Pernah mendengar tentang tembok Berlin? Sebuah tembok pembatas terbuat dari beton yang dibangun oleh Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur) yang memisahkan Berlin Barat dan Berlin Timur serta wilayah Jerman Timur lainnya. Tembok ini mulai dibangun pada 13 Agustus 1961. Pemerintah Jermah Timur saat itu mengklaim bermaksud untuk melindungi warganya. Namun, pada praktiknya, ternyata tembok ini digunakan untuk mencegah semakin besar larinya penduduk Berlin Timur ke Berlin Barat, (wilayah Jerman Barat). Itulah salah satu sejarah tembok yang dibenci oleh Bangsa Jerman karena membatasi kebebasan gerak mereka. Hampir 30 tahun tembok itu bertahan, akhirnya diruntuhkan dan menjadi pembuka jalan terbentuknya Reunifikasi Jerman pada 3 Oktober 1990. Tembok pembatas itu memiliki tinggi tak sampai 4 meter sepanjang + 155 km.
Jerman dan negara-negara Eropa di sekitarnya telah sadar bahwa keberadaan tembok tersebut menyengsarakan kehidupan sosial mereka. Kisah pembangunan tembok pembatas ini ternyata terulang kembali. Di zaman yang serba terbuka dan tanpa batas justru tembok-tembok rasial ini dibangun. Kali ini pelakunya adalah Zionis Israel.
Tembok rasial ini di Wilayah Tepi Barat dan sekitarnya tak kurang dari 770 km2. Mereka juga mendirikan tembok sepanjang 142 km2 mengelilingi al-Quds. Tinggi tembok ini dua kali lipat tinggi tembok Berlin, bisa mencapai 8 sampai 9 meter.
Tembok tersebut dibangun dengan alasan keamanan seperti yang diklaim oleh pemerintah Israel. Mereka menyebut untuk melindungi pangkalan militer dan pemukiman sipil.
Namun, sesungguhnya tembok tersebut didirikan untuk mengurung dan memuluskan rencana aneksasi dan pencaplokan terhadap kota suci al-Quds. Karena, penduduk Palestina yang bermukim di al-Quds menjadi pihak yang sangat sengsara dan dirugikan oleh keberadaan tembok ini. Akses mereka memasuki kota suci menjadi sulit. Anak-anak sekolah, para guru, dan para pekerja harus berjalan memutar untuk sampai di tempat sekolah dan kerja mereka. Sebagian tak punya pilihan harus menembus kemustahilan berhadapan dengan tentara-tentara Israel setiap hari, diperlakukan tak manusiwai, dicurigai dan diintimidasi setiap hari dua kali.
Tembok rasial tersebut mengucilkan 733 km2 wilayah di tepi barat yang diambil alih dan dijajah Israel. Tepatnya sekitar 12.9% dari keseluruhan Tepi Barat. Dan ada sekitar 47% dari 348 km2 tanah pertanian yang dikurung dan dikucilkan.
Pembangunan tembok ini tak hanya dilakukan pada batas wilayah jajahan Israel di tahun 1948 saja, namun Pemerintah Israel merencanakan pada wilayah 1967. Perencanaan terbaru tersebut sudah setengah lebih direalisasikan.
Rakyat Palestina yang terkena dampak langsung pembangunan tembok rasial ini. Mereka terpisah-pisah dan terhalangi untuk memasuki wilayah Palestina di tempat lain.
Dalam kasus tertentu terdapat beberapa penduduk yang terkepung rapat dikelilingi tembok, sehingga tak mendapatkan akses untuk berinteraksi dengan orang Palestina di wilayah Palestina, apalagi dengan orang Palestina di wilayah penjajahan.
Israel semakin menguasai sumber daya alam Palestina. 80% lebih sumber air berada di tangan Israel. Sehingga indutsri perkebunan zaitun Palestina melorot tajam. Belum lagi sektor jasa dan pendidikan sangat dirugikan. Berapa banyak orang harus memutar setiap hari untuk sampai di sekolahnya, bekerja di tempat kerjanya, termasuk akses ke pelayanan publik dan kesehatan.
Tembok pembatas tersebut sangat menyengsarakan, membunuh bangsa Palestina pelan-pelan. Israel telah membuat penjara terbesar di dunia dengan memblokade Gaza lebih dari 10 tahun. Kini, mereka menyiapkan penjara lebih besar lagi dengan membangun tembok rasial yang menjulang tinggi, sementara itu pembangunan pemukiman ilegal terus berjalan tak menggubris kritikan dunia internasional.
Oleh : Dr. Saiful Bahri, M.A.