Sejarah munculnya Palestine Solidarity Day (PSD) adalah pada 29 November 1947, saat itu Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi Nomer 181 tentang pembagian wilayah Palestina menjadi dua negara, yakni Arab dan Yahudi. Berdasarkan pembagian ini, 54% wilayah Palestina menjadi milik Yahudi, sementara 45% adalah milik warga Arab dan sisanya 1% menjadi kawasan internasional, yaitu keseluruhan wilayah Al-Quds atau Yerusalem.
Tanggal 29 November disepakati sebagai Hari Solidaritas Internasional (Palestine Solidarity Day) bersama Rakyat Palestina sejak tahun 1978. Tanggal 29 November dipilih karena makna dan pentingnya bagi rakyat Palestina. Palestine Solidarity Day memberikan kesempatan bagi komunitas internasional untuk memusatkan perhatiannya pada fakta bahwa masalah Palestina masih belum terselesaikan.
Bahkan rakyat Palestina belum mendapatkan hak-hak mereka yang tidak dapat dicabut seperti yang ditentukan oleh Majelis Umum, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri. Rakyat Palestina memiliki hak untuk kemerdekaan dan kedaulatan nasional, serta hak untuk kembali ke rumah dan harta benda mereka, dari mana mereka telah dipindahkan.
Resolusi-resolusi Dewan Umum PBB sendiri sesungguhnya bersifat tidak mengikat, meski resolusi ini termasuk dokumen resmi PBB. Namun Kenyataannya, yahudi sebagai kaum pendatang dan minoritas justru diberikan jatah wilayah yang lebih besar dari bangsa Palestina.
Bahkan pada tanggal 14 Mei 1948, zionis israel malah mendeklarasikan negara “israel” usai mengalahkan pasukan tentara Arab. Alhasil, pasukan zionis berhasil merampas sekitar 77% wilayah Palestina dan 800 ribu warga Palestina diusir secara paksa. Jumlah yahudi yang berdomisili di wilayah yang dikuasai zionis sekitar 925.000 dan pasukan zionis tanpa ampun membumihanguskan 478 kampung dari total 585 kampung yang berada di Palestina. Tidak berhenti, zionis israel juga melakukan 34 kasus pembantaian kepada warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan.
Seiring berjalannya waktu, PBB menyetujui masuknya israel sebagai salah satu anggotanya dengan syarat memperbolehkan para pengungsi Palestina kembali ke kampung halaman mereka. Dan syarat ini hingga kini tidak dipenuhi entitas zionis. Sampai muncul gerakan Pawai Kembali ke Tanah Air (Great Return March) pada setiap hari Jumat.
Great Return March merupakan pawai damai yang mana warga Palestina menyuarakan hak kembali pulang. Dan tentara zionis membalasnya dengan tembakan gas air mata, peluru tajam secara represif dan mengakibatkan banyak warga Palestina yang cacat karena peluru zionis meledak di dalam tubuh. Namun sayang, PBB tidak bersikap tegas dan cepat. Apa yang PBB lakukan saat zionis tak segan menembaki tenaga medis, jurnalis, dan anak-anak. Sepanjang tahun 2019 ini ada 600 kasus kekerasan zionis pada jurnalis, dimana 60 kali terluka terkena peluru tajam. Terakhir Mu’adz Amarinah yang tertembak mata kanannya oleh peluru tajam zionis.
Pada akhirnya zionis kerap kali tidak patuh pada setiap resolusi PBB. Karena zionis adalah entitas yang berdiri di atas kedzoliman dan tidak menentukan batasan teritorial. Batasan zionis adalah keserakahan itu sendiri. Dengan demikian sesungguhnya Palestine Solidarity Day hanya menjadi seremoni komunitas dunia. Karena PBB sudah mentok dengan resolusinya.
Penulis : Yogi Prastiyo