Israel telah membangun permukiman di Tepi Barat yang diduduki sejak 1967, meskipun permukiman Yahudi di Palestina mulai ada sejak abad ke-19. Israel berhasil membohongi dunia dengan kekuatan medianya. Membangun ilusi bahwa orang-orang Israel adalah penduduk asli yang dikepung oleh pendatang orang-orang Arab.
Sangat menarik jika kita bahas tentang fenomena perebutan wilayah dan pendirian pemukiman ilegal oleh Israel. Setelah perang tahun 1967 Israel memusatkan aktivitas permukimannya di daerah-daerah agama dan geografi yang sensitif, dimulai dengan Yerusalem dan Hebron karena mereka dianggap sebagai kota suci oleh orang Yahudi. Daerah perbatasan seperti Lembah Yordan dan Dataran Tinggi Golan yang merupakan lokasi strategis bagi militer. Bahkan pada hari – hari ini permukiman illegal Israel menyeruak langsung ke wilayah Tepi Barat, dari Jenin hingga Hebron. Terutama di wilayah yang subur dan banyak sumber airnya.
Sebagian besar lahan di Tepi Barat yang telah disita oleh Israel dibangun permukiman dan jalan-jalan. Menciptakan dua kondisi komunitas yang sangat kontras. Pertama, komunitas Yahudi yang memiliki layanan canggih, infrastruktur social, ekonomi, dengan keunggulan transportasi, komunikasi, air dan jaringan listrik. Menjadikan para pemukim illegal Yahudi ini bagian dari negara Israel.
Kedua, komunitas Arab Palestinai, terpinggirkan di semua tingkatan; tanahnya telah dirampas untuk menghilangkannya dari setiap kedekatan sosial, ekonomi atau geografis. Orang-orang Palestina merasa seperti orang asing di rumah mereka sendiri. Niat Israel adalah membuat hidup begitu sengsara bagi orang-orang Palestina sehingga mereka ingin berkemas dan pergi.
Pemukiman illegal Israel merupakan ancaman terbesar bagi kehadiran warga Palestina di Tepi Barat dan menjadi prioritas dalam setiap perjuangan Palestina, baik secara politis, ekonomi dan keamanan. Jadi siapa pun yang peduli tentang proses perdamaian Palestina harus melakukan sesuatu tentang permukiman illegal ini.
Sayangnya perjuangan politik yang dilakukan PLO dalam perjanjian Oslo justru tidak memprioritaskan penghentian pemukiman illegal. Pasca Oslo, permukiman dan jumlah pemukim langsung meningkat secara dramatis. Tidak ada hukuman bagi Israel atas tindakannya ini.
Amerika menyebut permukiman sebagai “penghambat proses perdamaian” tetapi tidak melakukan apa pun untuk menghentikan Israel, bahkan ketika para pejabatnya mengunjungi wilayah tersebut dan mengutuk perluasan pemukiman. AS mengirimkan miliaran dolar bantuan kepada pemerintah Israel yang digunakan untuk membangun permukiman. Tindakan yang justru menguatkan kegiatan ilegal ini secara politis.
Proyek zionis Israel ini adalah program jangka panjang yang komprehensif. Menjadikan orang-orang Arab Palestina tidak memiliki narasi atau memori tentang sebuah negara dan bangsa, lupa pada sejarah Israel yang dimulai dari datangnya imigran pada akhir abad kesembilan belas. Sedikit demi sedikit mencaplok wilayah Palestina dengan pemukiman-pemukiman ilegalnya.
Tidak juga negara-negara Arab. Bahkan negara-negara yang memandang konflik ini harus diselesaikan dengan solusi dua negara. Semuanya sama, selama persoalan pemukiman illegal ini tidak diselesaikan sesuai hukum internasional, mengembalikan hak penduduk asli Palestina atas tanah dan rumahnya yang dirampas, maka tidak ada masa depan bagi Palestina dan perdamaian dunia.
Pada hari ini, komitmen dunia International diuji dalam kasus Khan Al-Ahmar. Sebuah kasus berulang-ulang yang sudah terjadi sebelumnya. Penggusuran pemukiman Arab Palestina oleh Zionis Israel untuk dijadikan pemukiman illegal Yahudi. Sebagaimana kasus-kasus penggusuran lainnya, kita akan lihat siapa yang berdiri di sisi kemanusiaan dan keadilan dan siapa yang berdiri di sisi kerusakan dan penjajahan.
Penulis : Iskandar Samaullah