Permasalahan tawanan merupakan satu dari sekian masalah yang menimpa bangsa Palestina. Hal ini bisa disimpulkan dari tingginya jumlah rakyat Palestina yang mendekam di dalam penjara israel. Dalam situs resmi tawanan Palestina, adameer.org, diberitakan, hingga akhir Desember 2018 jumlah warga Palestina yang ditawan israel sebanyak 5.500 orang. Termasuk di diantaranya 230 orang anak-anak, 54 perempuan dan 480 tawanan administratif. Angka ini berubah-berubah setiap bulannya dan memiliki kecenderungan jumlahnya terus bertambah.
Apabila diklasifikasi berdasarkan masa tawanan yang sudah dijalani, maka didapati ada 68 orang tawanan yang menjalani hukuman lebih dari 20 tahun. Hukuman kepada mereka bervariasi, secara umum, sebanyak 489 orang divonis lebih dari 20 tahun dan 540 orang divonis seumur hidup.
Permasalahan tawanan memang tak bisa dipisahkan dari kehidupan bangsa Palestina, sehingga dampak yang ditimbulkan pun sanga luar biasa. Hampir setiap keluarga di Palestina, salah satu anggota keluarganya pernah merasakan kejamnya penjara israel. Tapi mereka tak gentar dengan penawanan yang terjadi, karena hal itu sudah menjadi konsekuensi dari perjuangan.
Sebagai contoh kasus, dari sisi sosial, ketika seorang ayah ditawan penjajah israel, tentu akan berimbas kepada ketahan keluarga. Karena ketiadaan tulang punggung keluarga, maka beberapa kemungkinan yang dapat terjadi adalah, ekonomi keluarga akan terganggu, pendidikan anak terbengkelai, bahkan tidak menutup kemungkinan apabila kondisi buruk terus berlanjut akan berujung kepada perceraian. Dampak negatif seperti inilah yang sebenarnya secara tidak langsung diinginkan oleh israel.
Dengan demikian, seyogyanya permasalahan tawanan Palestina mendapatkan perhatian lebih, karena memberi imbas ke beberapa sektor kehidupan masyarakat. Sebagai bentuk perhatian terhadap masalah ini, Kongres Dewan Nasional Palestina menetapkan tanggal 17 April sebagai Hari Tawanan Palestina. Tanggal itu sendiri dipilih bertepatan dengan hari meletusnya Revolusi Palestina pertama melawan penjajah Inggris pada tahun 1936.
Sedikitnya ada 6 alasan yang membuat Israel tanpa henti melakukan penangkapan dan penawanan terhadap warga Palestina. Pertama, mengakhiri perlawanan bangsa Palestina, kedua, merusak status sosial tawanan di tengah keluarga dan masyarakat, ketiga, membujuk agar bersedia menjadi mata-mata Zionis Israel. Keempat, memeras harta keluarga melalui tebusan, kelima, melakukan penyiksaan secara fisik maupun psikis untuk memberikan efek jera, dan keenam, sebagai pelajaran untuk warga Palestina yang lain
Selama berada di dalam penjara, para tawanan mendapat beragam bentuk penyiksaan, diantaranya adalah disetrum di atas kursi listrik, dilarang tidur, dipaksa berdiri selama berjam-jam, dilarang menggunakan pemanas di musim dingin, dikurung dalam sel tanpa cahaya berukuran 1,5 m x 1,5 m hingga menjadi obyek pelecehan seksual. Serta masih banyak lagi macam bentuk penyiksaan yang dilakukan israel.
Perlawanan Tawanan
Kendati hidup di dalam penjara israel, para tawanan tidak tinggal diam menghadapi kezaliman yang terjadi. Seperti dilansir media Palestina beberapa waktu lalu, Selasa (22/1/2019) lebih dari 1.200 orang tawanan Palestina melakukan aksi mogok makan sebagai bentuk protes terhadap kejahatan polisi israel yang menyerang ruang tawanan di penjara Ofer. Serangan itu berujung bentrokan yang melukai sedikitnya 150 orang tawanan.
Mogok makan merupakan bentuk protes sekaligus perlawanan terhadap israel. Aksi tersebut sebagai tekanan yang dapat mencoreng muka israel di dunia internasional. Sehingga tidak sedikit kebijakan israel yang akhirnya dicabut untuk memenuhi tuntutan dari para tawanan mogok makan.
Oleh : Muhammad Syarief