Kita punya tugas mensosialisasikan persoalan Palestina dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya Palestina menjadi persoalan utama kita. Untuk itu kita perlu menambah terus wawasan tentang Palestina dari sejarah yang meletarbelakangi kondisi kini, perkembangan perjuangan saudara-saudara kita di sana dan apa peran umat Islam serta masyarakat dunia.
Bukan hanya dibutuhkan reading habbit (kebiasaan membaca) agar dapat memahami dan beradaptasi dengan perkembangan kondisi perjuangan, tapi juga reading hungry (haus membaca). Selain itu ada hal yang lebih utama lagi yaitu “shuhbatul Ustaadz” (belajar langsung lewat interaksi dengan para guru) seperti yang diwasiatkan Imam Syafi’i. Karena ilmu itu bukan sekedar informasi, wawasan dan teori yang kering tetapi harus mampu mengantarkan pada hakikat.
Ini tidak cukup hanya bertumpu pada referensi tertulis, buku dan lainnya. Dibutuhkan Mu’aayasyah. Hidup bersama para ulama dan masyayikh. Membersamai dan mendampingi sehari-hari.
Salah seorang murid Syeikh Ahmad Yasin pernah membagi sebuah ungkapan yang dalam tentang perjuangan membela Palestina buah “shuhbah” nya dengan sang Syeikh, “Amalii an yardhollahu ‘anni.. Harapanku dari seluruh perjuangan ini hanyalah agar Allah meridhoiku.”
Visi Syekh Ahmad Yasin ini cuma jadi hiasan bibir dan klise kalau tidak dijelaskan melalui penerapan dan pergaulan dengan para pejuang yang menjiwai dan mempraktekkan visi ini.
Kadang kita terkecoh dengan target-target antara di depan mata, seperti pembebasan Baitul Maqdis, penghentian blokade Gaza, pembebasan seluruh tawanan hingga Palestina merdeka. Padahal untuk apa semua kita dapat jika yang kita lakukan tidak mengantarkan kita pada ridhoNya. Inilah rahasia kekuatan sesungguhnya.
Hal berikutnya adalah bagaimana kita terus mengasah kontribusi lewat tajribah (memperbanyak pengalaman). Sosialisasi dengan turun ke musola-musola kecil. Bukan hanya konferensi dan seminar. Menyapa hingga masyarakat awam. Agar ilmu dan capaian pengetahuan kita faktual dan realistis. Nyambung dengan masyarakat. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat di sekitar kita. Karena bukan tak mau mereka membantu tapi belum sampainya edukasi secara tepat kepada mereka sebenarnya yang menjadi persoalan. Dan itulah tugas kita.
Mari kita belajar bagaimana sebuah tajribah mengantarkan seorang duta Palestina menemukan jawaban yang tepat saat terlontar pertanyaan dari banyak kalangan, “Kenapa kita perlu memberikan bantuan jauh-jauh ke Palestina sementara di negeri kita masih banyak yang membutuhkan bantuan?”. Sebuah pertanyaan klasik yang paling sering ditujukan kepada para duta Palestina. Lewat tajribah sang duta kemudian menjawab singkat, “Silahkan membuka surat Al-Anbiya ayat 92.”
(إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ)
Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.
Kita adalah satu umat. Tak ada garis teritorial. Tidak dibatasi wilayah dan budaya. Sejauh apapun mereka tinggal mereka adalah kita. Betapa Yahudi telah berhasil menghilangkan sekat-sekat nasionalis di antara mereka dan bersatu. Bagaimana dengan kita yang bergelar Umat Yang Satu? (yp)
Oleh: Ust. Suhartono Lc