Masyarakat Dunia semakin memahami bahwa jalur perundingan adalah siasat Israel untuk memuluskan proyek penjajahan di Palestina. Penjajahan berkedok perundingan. Meskipun awalnya hasil propaganda media dan cyber yang digencarkan Israel sempat membius Dunia dalam memahami jalur perundingan sebagai pilihan moderat yang mengedepankan win-win solution bagi permasalahan Palestina.
Israel percaya mereka akan mengalami kegagalan dalam menjalankan proyek jajahannya di hadapan perlawanan Palestina. Sejak tahun 2005 Zionis Israel hengkang dari Jalur Gaza dan hingga kini di Jalur Gaza tak ada satupun tapak Yahudi setelah bertahun-tahun dijajah Israel, karena perlawanan. Dalam setiap pertempuran besar, sejak 2005, Zionis tidak pernah memenangkan peperangan tersebut. Hal itu terlihat dalam perang furqan di akhir 2008 atau yang dikenal operasi cast lead. Selama 22 hari pejuang Palestina bertahan meski mengorbankan ribuan nyawa. Kemudian disusul perang hijarah sijjil atau yang disebut operasi pillar of claud di tahun 2012.
Serial perang Israel-Palestina di Gaza dari tahun ke tahun, semakin memberikan sinyal kekalahan Israel dan kemenangan jalur perlawanan, dan itu berarti solusi pembebasan Palestina yang disuarakan oleh rakyat baru tercapai dengan jalur perlawanan terhadap penjajah.
Gerakan Intifadah Palestina telah memberikan perubahan penting dan mendasar terhadap bangsa Palestina dan permasalahan Palestina yang telah menjadi aksi simbol perlawanan hingga di kawasan Timur Tengah. Perubahan ini telah memberikan dampak positif sebagian besar masyarakat Palestina baik di Tepi Barat maupun di Jalur Gaza, karena telah merubah karakter bangsa Palestina menjadi bangsa dan masyarakat perlawanan, terbukti dari dukungan logistik besar rakyat Palestina selama intifadah berlangsung.
Intifadah kedua (Al-Aqsha), seperti juga intifadah pertama atau intifadah batu, semuanya lahir dari ketidakpuasan rakyat terhadap upaya perundingan damai yang berakhir buntu, termasuk pula upaya dari bangsa Arab sendiri yang terbawa dengan perjanjian dan kesepakatan yang merugikan pihak Palestina dan menguntungkan Yahudi.
Intifadah kedua ini dilatari dengan penganiayaan dan kekerasan yang terus menerus dilakukan Israel. Penistaan dan penodaan yang dilakukan Ketua partai Likud, Ariel Sharon beserta1200 tentara yang mengawalnya masuk ke masjid Al-Aqsha pada 28 September 2000 menjadi klimaks dari penganiayaan dan penistaan terhadap Palestina. Berbagai kecaman dan protes datang dari Dunia Islam. Bagi rakyat Palestina, peristiwa tersebut sangat menghinakan harga diri dan kehormatan mereka. Sejarah Sharon dikenal sebagai sosok Yahudi yang kejam dan tidak berprikemanusiaan itu memiliki sejumlah aksi pembantaian terhadap rakjyat Palestina. Aksi yang terbesar terjadi di kamp pengungsian Sabra dan Shatila menyusul serangan Israel pada Juni 1982 ke Lebanon. Sekitar 2000 orang rakyat Palestina dibunuh, menjadi korban siksa berat dan dibakar hidup-hidup.
Penjajahan dan pembantaian yang telah berlangsung dan dilengkapi dengan penistaan Sharon beserta tentara Israel terhadap Al-Aqsha pada 28 September 2000 memicu meletusnya intifadah Al-Aqsha esok harinya, 29 September 2000 yang menggelorakan semangat perlawanan Palestina. Seluruh elemen rakyat dan Pemerintah Palestina bersatu mendukung dan menyuarakan intifadah.
Faksi Fatah di Jalur Gaza mengecam pembantaian yang dilakukan Israel di Masjid Al-Aqsha terhadap para Jam’ah shalat. Faksi ini juga menegaskan tentang keharusan menggalang persatuan serta memuji respon heroik yang cepat dari rakyat Palestina. Fatah menyeru Dunia Arab, Umat Islam, dan masyarakat Internasional untuk mengecam dan memberi hukuman atas aksi penjajah Israel terhadap rakyat Palestina.
Sekretaris Komite Tinggi Faksi Fatah di Jalur Barat, Marwan Barghutsi menjatuhkan pertanggungjawaban atas bentrokan yang terjadi di berbagai lokasi sebagai respon terhadap aksi penyerbuan Masjid Al-Aqsha yang dilakukan Sharon, Ketua Partai Likud Israel. Ia juga menambahkan dalam keterangannya kepada Wafa, bahwa bentrokan keras yang terjadi di berbagai lokasi dari Utara ke Selatan menegaskan komitmen rakyat Palestina dalam memperjuangkan kedaulatan Al-Quds serta tempat-tempat bersejarah Nasrani dan Islam. Serta penegasan kepada Dunia bahwa rakyat Palestina siap untuk berkorban untuk Al-Quds serta tempat-tempat bersejarah Umat Islam.
Dalam penjelasan Ahmad Ya’kubi, penasehat pers Sekretaris Front Pembebasan Palestina, Abu Abbas, berbunyi: “Bahwa pembantaian sebagai bentuk aksi kejahatan dan terorisme dalam frame politik dan militer Israel yang mengakar di Pemerintahan Israel”.
Kecaman juga datang dari Perhimpunan Intelektual Arab terhadap kejahatan kejam yang dilakukan penjajah Israel di Al-Quds dan berbagai wilayah Palestina. Perhimpunan juga mendorong PBB untuk menghukum Israel dan memaksa mereka keluar dari wilayah jajahan.
Front Arab-Palestina menegaskan bahwa kami setia untuk melawan tentara penjajah Israel, dan bersumpah kepada para syuhada korban pertumpahan darah sejak dahulu kala, untuk meretas jalan perjuangan hingga berdiri Negara Palestina yang merdeka yang beribukota di Al-Quds.
Pada 28 September 2000 Partai Rakyat Palestina (Palestinian People’s Party) mengeluarkan pernyataan bahwa: “Pendukung kami di Al-Quds mengecam dengan keras serbuan provokatif Sharon terhadap Masjid Al-Aqsha”. Partai Rakyat juga menegaskan dirinya sebagai pembela utama terhadap tempat-tempat suci dan kedaulatan Al-Quds, meski beragam upaya Israel untuk mencabut kedaulatan tersebut.
Berbagai front dan partai di wilayah Palestina 48 juga ikut serta secara aktif dalam menggelorakan intifadah. Tercatat, Front Demokrasi Untuk Perdamaian dan Persamaan mengeluarkan pernyataan bahwa serbuan provokatif Sharon di dalam masjid Al-Aqsha kemarin merupakan pukulan telak bagi Palestina. Dengan peristiwa itu Sharon ingi menegaskan kepada Dunia bahwa Masjid Al-Aqsha adalah bagian dari Al-Quds yang menjadi ibukota abadi bagi Israel, seperti yang mereka klaim. Namun sesungguhnya fakta jelas menetapkan sebaliknya, bahwa kedaulatan atas Al-Quds tidak dimiliki kecuali oleh rakyat Palestina, dan Al-Quds hanya akan menjadi ibukota Negara Palestina yang akan berdiri meski berbagai kendala dan tantangan.
Disusul selanjutnya oleh Aliansi Nasional Demokrasi yang menyeru dalam pernyataannya untuk segera melakukan mobilisasi dalam rangka menetapkan hukuman atas kejahatan besar. Disebutkan dalam pernyataan tersebut:“kejahatan yang dilakukan penjajah Israel di pelataran Al-aqsha memandulkan perundingan perdamaian yang ditawarkan. Serangan ini bukan hanya kelanjutan dari serbuan yang dilakukan Sharon kemarin, tetapi kelanjutan dari beragam aksi kejahatan”.
Partai Demokrasi Arab di Palestina mengancam dalam pernyataannya, aksi kejahatan kejam yang dilakukan polisi Israel terhadap anak-anak Palestina di Masjid Al-Aqsha. Partai Demokrasi Arab juga menilai perbuatan Sharon dan pengawalnya sebagai penistaan terhadap Al-Aqsha dan penghinaan terhadap rakyat Palestina serta Umat Islam dan Arab. Dan sebagai respon juga resiko dari aksi tersebut, Partai Demokrasi Arab akan berupaya meninggalkan jalur perundingan.
Tak ketinggalan, Front Amal Nasional yang diketuai salah seorang anggota Parlemen Israel, Knesset, Hasyim Mahamid menagih tanggungjawab terhadap Pemerintahan Ehud Barak atas peristiwa pembantaian. Front Amal Nasional juga menilai bahwa pembantaian di Masjid Al-Aqsha adalah hasil kedengkian dan kejahatan Sharon, namun Pemerintahan Ehud Barak harus mempertanggungjawabkan kejadian tersebut, sebagai pihak yang mengeluarkan perintah dan instruksi.
Intifadah dan gerakan perlawanan telah menjadi suara rakyat Palestina dan mewakili aspirasi mereka. Aspirasi yang disampaikan oleh beragam kelompok dan Organisasi dari berbagai segmen di Palestina menjadi pilihan yang tepat dalam menghadapi penjajahan Israel di tengah upaya perundingan yang tidak hanya dilanggar, namun –sudah menjadi rahasia umum- dijadikan strategi dalam memuluskan proyek penjajahan. Aksi protes yang disuarakan dan menjamur di mana-mana sebagai respon atas penjajahan Israel, meski tidak diblow up secara massif, secara implisit menjadi suara kemanusiaan yang seharusnya disepakati oleh masyarakat Dunia, tidak hanya Palestina. (ELF/Ahmad Yani/Aspac)
Sumber: Berita Palestina