Kota al-Quds adalah salah satu kota di dunia yang mengundang perhatian besar para peneliti dan arkeolog. Hal tersebut disebabkan kota ini menyimpan sejarah besar tiga agama, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam. Terlebih, di dalam kota ini juga terdapat Masjid al-Aqsha yang namanya disebutkan dalam kitab suci. Pengetahuan dan informasi seputar Masjid al-Aqsha yang masih minim serta berita-berita berasal dari sumber yang tidak dapat dipercaya membuat sebagian orang keliru dalam mendefinisikan Masjid al-Aqsha.
Ada sumber yang mengatakan bahwa Masjid al-Aqsha adalah masjid yang mempunyai kubah berlapis emas. Sumber lain mengatakan bahwa kubah Masjid al-Aqsha berwarna kehitam-hitaman. Oleh karena itu, ketika terjadi penistaan terhadap Masjid al-Aqsha, mereka yang tidak memahami definisi sebenarnya akan mengatakan bukan Masjid al-Aqsha yang dinistakan, melainkan tempat lainnya. Padahal tempat lain yang dimaksud adalah bagian dari Masjid al-Aqsha.
Definisi Masjid al-Aqsha
Secara bahasa, “masjid” artinya tempat sujud. Imam az-Zajjaj mendefinisikan masjid dalam kitab Lisanul Arab milik Ibnu Manzhur sebagai tempat yang di dalamnya digunakan untuk beribadah. Definisi tersebut sesuai dengan hadis Rasulullah SAW: “… dan dijadikan bagiku tanah sebagai tempat sujud (masjid) dan untuk bersuci.” (HR. Bukhari). Dr. Raslan Muhammad Nur, seorang peneliti dari Malaysia mendefinisikan satu tempat sebagai masjid jika memenuhi tiga unsur utama, yaitu tanah, batasan yang jelas, dan kiblat. Apabila ketiga unsur tersebut tidak ada, tempat tersebut tidak bisa disebut masjid. Dan dari ketiga unsur tersebut disimpulkan bahwa sebuah masjid tidak disyaratkan berbentuk bangunan fisik yang menjulang tinggi.
Al-Aqsha berarti jauh. Disebut jauh karena posisinya yang jauh dari Masjid al- Haram di Mekah, jika diukur dengan perjalanan kaki yang ditempuh selama satu bulan penuh. Dalam peta dunia, jarak Masjid al-Haram ke Masjid an-Nabawi tidak sejauh jarak Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha. Ada sumber yang mengatakan, disebut jauh karena tidak ada tempat beribadah di belakangnya. Ada juga sumber yang mengartikan makna jauh tersebut adalah jauh dari kotoran dan najis.
Masjid al-Aqsha adalah nama sebuah kawasan untuk keseluruhan tempat yang dikelilingi pagar di dalam Kota al-Quds. Di sekelilingnya terdapat beberapa pintu masuk, dan di dalamnya ada halaman yang luas, Masjid al-Qibli, Kubah ash-Shakhrah, Musala Marwani, ruwaq (lorong), kubah, masthabah (teras batu), saluran air, dan lainnya. Di sisinya terdapat beberapa menara masjid. Tidak semua kawasan al-Aqsha beratap.
Mukhlis Yahya Barzaq, seorang penulis tentang Masjid al-Aqsha, menambahkan bahwa kawasan Masjid al-Aqsha tidak hanya yang berada di permukaan tanah, tetapi juga mencakup semua yang berada di bawah tanah. Kawasan tersebut juga mencakup semua bangunan yang didirikan kemudian seperti musala al-Marwani dan mencakup setiap perluasan masjid. Definisi tentang kawasan Masjid al-Aqsha persis seperti definisi mengenai kawasan Masjid al-Haram dan Masjid an-Nabawi. Luas kedua Masjid tersebut tidak seperti ketika nabi masih hidup, tetapi telah mengalami perluasan yang sangat signifikan. Namun demikian, pelebaran dan perluasan tersebut tetap disebut sebagai masjid.
Ada beberapa dalil dan bukti tentang definisi dari Masjid al-Aqsha, berdasarkan landmark, sejarah, kondisi geografis, dan perkataan para ulama. Bukti-bukti tersebut antara lain sebagai berikut:
- Adanya pagar yang mengelilingi kawasan masjid
Pagar menandakan batas masjid. Tanah yang di atasnya terdapat Masjid al-Aqsha dulunya berupa dataran tinggi kosong. Maka, ketika kini tanah tersebut diratakan, diperlukan pagar yang menjadi batas masjid.
- Masjid al-Aqsha mempunyai 15 pintu
10 pintu masih terbuka, sedangkan 5 yang lainnya ditutup sejak zaman Shalahuddin al-Ayyubi (setelah pembebasan Masjid al-Aqsha). Penutupan pintu masjid untuk menjaga keamanan dari serangan luar. Pintu-pintu yang terbuka berada di pagar masjid sebelah utara dan barat, sedangkan pintu yang ditutup berada di pagar sebelah timur dan selatan.
- Terdapat beberapa menara masjid di berbagai sudut
Menara merupakan bagian tidak terpisahkan dari masjid. Menara adalah tempat untuk mengumandangkan azan. Dahulu pada masa Rasulullah SAW, Bilal yang menjadi pengumandang azan naik ke atas bangunan untuk melantunkan azan. Kini hal tersebut dipermudah dengan adanya menara masjid. Biasanya menara diposisikan di sudut-sudut masjid. Menara Masjid al-Aqsha berjumlah 4 buah.
- Terdapat 15 kubah di dalam kawasan masjid
Kubah sebagai ciri khas masjid. Kelima belas kubah itu dibangun berdasarkan zaman pemerintahan Islam yang berkuasa ketika itu. Dimulai dari kubah pada masa Bani Umayyah, kemudian masa Ayyubiyah, selanjutnya masa Mameluk dan terakhir masa Utsmaniyah. Setiap kubah memiliki ciri khas tersenduru sesuai masa ia dibangun.
- Terdapat banyak sekali masthabah (teras batu) di dalam kawasan masjid
Para ulama ketika mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya membangun tempat ini dengan tujuan agar generasi setelah mereka dapat mengingat peristiwa belajar mengajar di tempat tersebut.
- Pintu al-Magharibah
Dalam peristiwa Isra Rasulullah SAW memasuki Masjid al-Aqsha melalui Pintu al-Magharibah. Pintu ini yang dikuatkan para ulama, bahwa Nabi Muhammad ketika sampai di Masjid al-Aqsha meletakkan kendaraannya buraq, di dinding yang dikenal dengan dinding buraq, lalu memasuki masjid melalui Pintu al-Magharibah. Pintu al-Magharibah merupakan bagian tidak terpisahkan dari Masjid al-Aqsha.
- Ash-Shakrah al-Musyarrafah
Ketika Nabi melakukan Isra, beliau salat bersama para nabi menghadap ash-Shakhrah al-Musyarrafah. Rasulullah SAW menjadi imam para nabi dan rasul. Ash-Shakhrah berada di jantung kawasan Masjid al-Aqsha, yang merupakan kiblat pertama umat Islam sebelum dipindah ke Ka’bah di Mekah.
- Perjanjian Umar
Khalifah Umar menuliskan perjanjian kepada penduduk al-Quds ketika membebaskan kota tersebut. Perjanjian ini dikenal dengan istilah Perjanjian Umar. Setelah perjanjian itu ditulis, beliau melihat kondisi Masjid al-Aqsha yang tidak terurus dan menjadi tempat pembuangan sampah. Oleh karenanya, beliau menggulirkan proyek pembersihan tempat tersebut dan lingkungan sekitarnya. Proyek pembersihan tersebut menandakan kemuliaan tempat yang menjadi kiblat pertama umat islam.
- Masjid al-Qibli, batas al-Aqsha paling selatan
Setelah Khalifah Umar membebaskan Masjid al-Aqsha, terjadi perbedaan pendapat para sahabat tentang posisi tempat salat. Apakah berada di belakang ash-Shakhrah atau di kiblat masjid (selatan)? Ka’bul al-Ahbar, salah seorang ahlul kitab yang masuk Islam, mengusulkan posisi imam berada di belakang ash-Shakhrah supaya dapat menyatukan kiblat Yahudi dan Islam. Namun, pendapat tersebut ditentang oleh Khalifah Umar sambil menyatakan bahwa beliau masih terpengaruh unsur-unsur Yahudi. Akhirnya, Umar memerintahkan posisi imam tepat berada di ujung selatan arah kiblat, yang sekarang disebut dengan Masjid al-Qibli, dan ini menandakan batas Masjid al-Aqsha paling selatan.
- Posisi Masjid al-Aqsha menghadap kiblat (tenggara)
Kondisi geografis bangunan Masjid al-Aqsha menuju ke arah kiblat (tenggara). Secara alamiah, posisi ini sudah ada sejak pertama kali Masjid al-Aqsha dibangun.
- Tempat pertemuan tiga benua
Adanya gambar dan peta kuno yang menerangkan al-Quds, – kota tempat berdirinya Masjid al-Aqsha- merupakan tempat pertemuan tiga benua kuno, Asia-Eropa-Afrika.
- Bentuk kawasan Masjid al-Aqsha secara keseluruhan
Bentuk kawasan Masjid al-Aqsha menyerupai bentuk Ka’bah ketika dibangun pada masa Nabi Ibrahim AS. Salah seorang peneliti Palestina bernama Dr. Haitsam Ar-Rathruth mengungkapkan adanya kesamaan pola dan siku pada bangunan Masjid al-Aqsha dan Ka’bah, tetapi bukan pada kesamaan panjang dan lebarnya.
- Definisi Masjid al-Aqsha menurut Imam Ibnu Taimiyah
Imam Ibnu Taimiyah mendefinisikian Masjid al-Aqsha dengan sebuah nama untuk keseluruhan tempat sembahyang di kawasan berpagar.
- Situs-situs bersejarah
Di kawasan Masjid al-Aqsha terdapat situs-situs bersejarah dari para ulama populer, di antaranya zawiyah (sudut) Imam al-Ghazali yang berada di atas Pintu ar-Rahmah.
Keempat belas poin di atas merupakan bukti baik secara langsung ataupun tidak, bahwa Masjid al-Aqsha adalah sebuah nama kawasan untuk keseluruhan tempat yang dikelilingi pagar yang terletak di dalam Kota al-Quds. Maka, pemahaman dan persepsi bahwa Masjid al-Aqsha adalah Masjid al-Qibli yang mempunyai kubah berlapiskan timah, atau ia adalah kubah Ash-Sahkhrah sebagai kubah yang berlapiskan emas, merupakan pemahaman yang keliru. Penyebaran pemahaman yang keliru ini menjadi langkah pertama dan mendasar yang dilakukan Zionis untuk merusak persepsi Umat Islam tentang masjid Al-Aqsha, dan selanjutnya berpengaruh dalam melunturkan sikap dan pembelaan terhadap Al-Aqsha.
Salman Alfarisy, Lc. M.Ag.