Sejarah telah mengabadikan bahwa bangsa Indonesia memiliki hubungan yang erat dengan bangsa Palestina. Hubungan ini terjalin bukan dimulai sejak awal masa kemerdekaan, tapi jauh sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Setidaknya hubungan Nusantara dengan Palestina yang sudah berabad-abad ini terjalin dalam tiga hal, pertama pada masa dakwah Wali Songo yang masyhur mendakwahkan Islam di tanah Jawa, kedua, masa kemerdekaan Republik Indonesia, ketiga, hubungan politik pemerintah Indonesia dengan Palestina yang berkesinambungan dari masa ke masa.
Mari kita coba menelisik hubungan Nusantara dan Palestina itu satu-persatu. Pertama, pada masa dakwah Wali Songo (wali yang sembilan) di tanah air khususnya pulau Jawa. Diantara peninggalan yang tersisa yang memperkuat hubungan itu adalah penama salah satu kota di propinsi Jawa Tengah yaitu kota Kudus. Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa nama kota ini berasal dari bahasa Arab yakni al-Quds, artinya suci, nama kota di Palestina yang di dalamnya terdapat masjid suci al-Aqsha.
Penamaan ini terjadi sekitar abad ke-15 oleh salah satu dari Wali Songo yang bernama Ja’far Shadiq. Ia sendiri dikenal dengan sebutan nama Sunan Kudus. Konon kabarnya Sunan Kudus sebelum tiba di tanah Jawa pernah menimba ilmu di kota al-Quds di Palestina, sehingga kota itu memberikannya inspirasi untuk mengganti nama kota Tajug menjadi kota Kudus (al-Quds).
Bukan hanya nama kota, Sunan Kudus pun juga membangun masjid di kota tersebut dengan diberi nama masjid al-Aqsha. Al-Aqsha sendiri merupakan nama masjid yang menjadi kiblat pertama umat Islam yang letaknya berada di kota al-Quds, Palestina.
Tentunya penamaan kota Kudus (al-Quds) dan Masjid al-Aqsha bukanlah suatu kebetulan, nama keduanya mempertegas adanya hubungan Nusantara dengan Palestina sejak berabad-abad silam. Kedua nama ini juga memberikan pesan kepada generasi umat di Nusantara, agar selalu mengingat dan menjaga kedua warisan milik kaum muslimin tersebut.
Hubungan Palestina-Nusantara yang kedua, terjalin pada masa kemerdekaan bangsa Indonesia. Sejarah mengabadikan, bangsa Palestina merupakan bangsa pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Fakta ini terungkap dari tulisan seorang pelaku sejarah, ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, M. Zein Hassan, Lc. yang diabadikan dalam buku berjudul “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri.”
Dalam buku sejarah kemerdekaan NKRI itu, Zain menyebutkan dukungan nyata untuk kemerdekaan Indonesia datang dari Palestina, padahal negara-negara di dunia kala itu belum ada yang berani menentukan sikap dukungannya terhadap kemerdekaan Indonesia. Representatif bangsa Palestina yang memberikan dukungan itu adalah seorang Mufti Palestina, Syaikh Muhammad Amin al-Husaini. Ia menyampaikan ucapan selamat atas kemerdekaan Indonesia melalui siaran Radio Berlin berbahasa Arab yang didengar oleh seluruh dunia Islam.
Ketiga, sikap politik pemerintahan Indonesia yang tegas membela negara yang masih dijajah termasuk diantaranya adalah Palestina. Penegasan ini termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karenta tidak sesusai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Bertolak dari UUD 1945 inilah bangsa Indonesia dalam sejarahnya dari sejak berdiri hingga sekarang, pemimpinnya selalu lantang melakukan pembelaan terhadap bangsa Palestina dan menentang penjajahan. Bahkan diwujudkan dalam beragam kebijakan, seperti tidak membuka hubungan diplomatik dengan zionis israel serta dukungan terhadap Palestina dengan membuka Konsulat Kehormatan di Ramallah, Tepi Barat, Palestina.
Disamping 3 hal yang penulis sebutkan di atas, masih banyak hal lainnya yang menguatkan sudah lamanya hubungan Nusantara dengan Palestina terjalin. Semoga nikmat merdeka yang kita dapatkan tidak serta merta melupakan kita terhadap jasa bangsa Palestina, karena nasib mereka masih harus kita perjuangkan, hingga saatnya nanti mereka merasakan kemerdekaann seperti yang kita rasakan.
Penulis : Muhammad Syarief