Oleh : Ust. Suhartono, TB., MA
Diantara karakter pembebas Al Quds yang paling menonjol setelah pegiat tasbiih dan dzikir adalah pelaku tahmid. Penikmat kalimat Alhamdulillah, saat Al Aqsha dibebaskan, pimpinan ulama saat itu mendapat tugas mulia bersejarah, sebagai penyampai khutbah Jum’at pertama di Al Quds pasca pembebasan Al Aqsha oleh pasukan Shalahuddin. Awwalu Khutbah Fil Quds Ba’dat Tahriir. Kemudian dikenal juga dengan Khutbatut Tahriir. Beliau adalah Syaikh Muhyiddin Abul Ma’ali Ibnu Zakiyyuddin Abul Hasan.
Kita tidak sedang membahas aktor sejarahnya Syaikh Muhyiddin. Kita juga tidak ingin mendeskripsikan suasana historis yang mengharu-biru, membayangkan Shalat Jum’at berjamaah pertama di Al Quds. Yang menarik justru adalah konten khutbah Jum’at yang bersejarah ini. Dan diantara kandungan khutbah yang luar biasa ini, kita garis bawahi kalam pembukanya. Paragraf awal dari rangkaian khutbah. Syaikh Ibnu Zaki membuka setelah Basmalah dengan kalimat penggugah bersejarah.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
فَقُطِعَ دَابِرُ الْقَوْمِ الَّذِينَ ظَلَمُوا ۚ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Maka orang-orang yang zhalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam..”
Dahsyat! Pembukanya bukan rangkaian kata-kata sastrawi, bukan bait-bait syair, bukan kalimat puitis. Tapi ayat Al Qurán. Ayat ke-45 dari surah Al An’am. Dan kita selalu bertanya-tanya di dalam hati seraya bergumam, “kapan tiba saatnya, kita membaca ulang lagi ayat 45 surat Al An’am ini? Membaca ulang lagi, atau memndengar ulang lagi, ayat ini dikumandangkan lantang di atas mimbar Al Aqsha?”
Namun pertanyaan lebih dahsyat lagi, “Siapa yang akan membaca ulang ayat ini di hari yang dinanti-nanti, Yaumut tahriir, Fahuwa Min Ayyaamillaah?”
Banyak nilai-nilai prinsipil dari petunjuk ayat ini. Diantaranya ayat ini mempertebal keyakinan kita bahwa janji Allah itu pasti. Allah niscaya mematahkan konspirasi zhalim dan orang-orang zhalim. Allah pasti menyudahi penjajahan dan para penjajah. Sedemikian pongah dan digdaya, itu semua pasti berhenti. Kezhaliman, kebiadaban dan kesewenang-wenangan niscaya berakhir.
Ayat ini juga mengajarkan kita agar selalu bersyukur. Senantiasa bertahmid. Apa pun yang terjadi pada umat ini, baik cobaan susah maupun ujian kemenangan, semua dikondisikan dengan jiwa Alhamdulillah. Dalam keadaan susah menghimpit. Dizhalimi, dibantai dan dilemahkan. Ini semua adalah pajak penyeleksian (Dhariibatul Ishthifaa’ Ar Rabbaani), yakni harga yang mesti ditunaikan untuk menyaring umat ini, hingga lahir dan tumbuh orang-orang pilihan Allah. Ditangan merekalah kelak janji kemenangan ilahi akan diwujud nyatakan. Para Abdullah yang akan merobohkan bangunan zionisme dan kezhaliman.
Dalam keadaan menang bahagia pun harus dikondisikan dengan jiwa Alhamdulillah. Shalahudin dan pasukan sangat terkondisikan untuk dipuji. Untuk dielu-elukan. Dikagumi dan bahkan diagungkan. Karena merekalah yang menjadi aktor sejarah Tahrir Al Quds. Tapi semua itu digedor dengan pembuka khutbah, ayat 45 surat Al An’am. Agar tidak lupa dengan garis perjuangan. Agar tidak ghuruur. Bahkan tidak boleh bangga dan sombong. Semua ini dikembalikan kepada Allah. Semuanya Alhamdulillah.
Amal besar atau kecil. Prestasi hebat atau biasa. Semua tetap dikembalikan kepada Allah. Tetap memuji Allah. Tetap mengagungkan Allah. Karena visi dakwah kita, visi perjuangan kita, bagaimana membuat kita dan orang mengagumi Allah. Kita berupaya memindahkan kekaguman manusia khususnya dari mengagumi makhluk menjadi menjadi Sang Khaliq, Allah Azza Wa Jalla. Kita, para Da’i, kadang terjebak membuat orang mengagumi dirinya, bahkan menikmati dikagumi, dielu-elukan dan diagungkan oleh para pengikutnya. Salah satu perisai yang mampu membentengi diri kita dari penyakit ini; ‘ujub (takjub diri), ghuruur (lupa diri, merasa lebih hebat) dan hubbuz Zuhuur/ Zi’aamah (senang tampil, haus jabatan, & pingin memimpin) adalah dengan perisai jiwa Alhamdulillaahi Robbil ‘Aalamiin.