Sejak terjajahnya Palestina oleh Israel, tidak terhitung begitu banyaknya konflik yang pecah di antara mereka. Perang, kejahatan kemanusiaan, benturan peradaban dan agama sangat terasa di Palestina. Silih berganti krisis dan konflik ini terjadi dengan pembela dan pendukung dari kedua sisinya.
Dan yang terbaru adalah krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza ketika Israel melakukan pembantaian terhadap demonstrasi damai rakyat Palestina di Gaza saat mereka menuntut hak mereka untuk pulang ke rumah mereka.
Maka kemudian mengalirlah dukungan kepada rakyat Palestina atas derita mereka. Tak terhitung banyaknya rasa simpati dan pembelaan yang diberikan sejak Palestina dijajah tahun 1948. Dari tokoh-tokoh politik, olahragawan, seni dan budaya, agama, gerakan moral, keilmuan dan bahkan aksi boikot yang sangat fenomenal.
Gerakan untuk menyuarakan pembebasan Palestina menggema di setiap lini massa. Tak terkecuali di zaman sekarang di mana media social sangat masif digunakan.
Tapi apakah arti ‘Pembebasan Palestina’? Palestina yang seperti apa yang dimaksud masyarakat dunia? Apakah kita mengetahui akan situasi Palestina yang sebenarnya?
Mayoritas masyarakat dunia hanya tahu dan mengakui Palestina dengan merujuk ke wilayah Gaza dan Tepi Barat yang diduduki seperti yang kita kenal sekarang. Sebagian lagi melihat Palestina sebagai wilayah yang dibagi setelah Partition Plan 1947 oleh PBB, tak sedikit yang mendefinisikan Palestina dengan wilayah perbatasan setelah Perang Enam Hari 1967.
Shahd Abusalama, seorang aktivis dan wartawan IBTimes UK dari Gaza, sekarang tinggal di Turki, menulis artikel yang sangat menarik ;
“Palestina yang terbebaskan berarti bahwa tanah air saya yang imajinatif, yang membuat saya selalu rindu dengan kenangan nostalgia nenek. Itu berarti bahwa saya akan kembali ke desa asal saya, Beit-Jerja, dari mana kakek nenek saya berada dan memanen tanaman jeruk dan pohon zaitun yang mereka tinggalkan.”
“Palestina yang dibebaskan berarti bahwa penjara Israel, yang ayah saya sebut sebagai kuburan setelah dia dipenjara di sana sebagai tahanan politik selama 15 tahun, akan dikosongkan. Sebuah Palestina yang bebas, berarti bahwa saya dapat hidup bebas di Palestina dan di luarnya tanpa dipermalukan dan disalahgunakan ketika menyeberang antara pos-pos pemeriksaan militer, perbatasan atau bandara, Palestina yang bebas berarti bahwa saya tidak akan lagi merasa bahwa Yerusalem terlalu jauh meskipun hanya setengah jam dari tempat saya tinggal di Jalur Gaza yang terkepung. Kebebasan tanah Palestina dan kemanusiaan membuat Palestina merdeka.”
Jurnalis terkemuka dan aktivis hak-hak Palestina, Ben White, menyimpulkan bahwa istilah ‘Pembebasan Palestina” tersebut mewakili keinginan rakyat Palestina untuk mencapai demokrasi yang sejati dan membebaskan diri dari apa yang diyakini oleh sebagian orang sebagai sistem apartheid.
“‘Freedom for Palestine’ berarti diakhirinya pemindahan paksa, pengucilan, dan diskriminasi yang dihadapi Palestina, dalam berbagai cara, sejak pembersihan etnis tahun 1948. Itu berarti implementasi hak-hak rakyat Palestina, dan mengganti sistem apartheid dengan demokrasi sejati. ”
Di jantung Timur Tengah ada ketidakadilan bernama Palestina. Jika hal ini tidak diselesaikan dan Palestina belum memiliki kebebasan atas tanah air mereka, maka tidak akan ada kedamaian di wilayah ini – atau mungkin di mana saja.