Pengungsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang pergi menghindarkan diri dari bahaya atau menyelamatkan diri. Adapun istilah Pengungsi Palestina bisa diartikan sebagai warga Palestina yang secara paksa diusir israel dari tanah dan rumah mereka setelah peristiwa Nakbah pada tahun 1948 yang dicegah untuk kembali ke negaranya. Karena Palestina berbatasan langsung dengan Lebanon di sebelah utara, maka beberapa warga Palestina memilih untuk mengungsi ke Lebanon.
Lebanon sebuah negara dengan luas 10.452 km2 dengan Beirut sebagai Ibukotanya yang terkenal sebagai ‘Paris’nya Timur Tengah. Memiliki jumlah penduduk sekitar 7.000.000 orang. Negara tersebut berbatasan dengan Suriah di utara dan timurnya serta Palestina di selatan. Saat ini dipimpin oleh Presiden Michel Aoun dan Perdana Menteri Saad Hariri.
Sejak terusir dari negaranya pada tahun 1948, mayoritas pengungsi Palestina di Lebanon tinggal di kamp pengungsian resmi (Mukhoyyam) dibawah United Nations Relief and Works Agency for Palestinian Refugees in the Near East (UNRWA), sebuah organisasi otonom dibawah PBB yang mengurusi pengungsi Palestina di empat negara. Jumlah kamp pengungsian resmi dibawah UNRWA sebanyak 12 kamp yang tersebar di seluruh penjuru Lebanon yaitu Rasidieh, Burj Syamali, al Bass, ‘Ain al Hilwa, Miah Miah, Burj Barajneh, Syatila, Mar Elias, Dbayeh, Baddawi, Nahr al Barid dan Wavel.
Setiap kamp pengusian di bawah UNRWA wilayahnya dibatasi 1 – 2 km2 saja, baik panjang maupun lebarnya. Sehingga ketika jumlah populasi bertambah, kamp pengungsian yang berbentuk rumah itu dibuat tingkat ke atas layaknya apartemen. Disamping itu ada pula beberapa pengungsi Palestina yang tinggal di kamp pengungsian non resmi (Tajammu’) yang berada di 14 titik. Mereka tidak mendapatkan bantun dari UNRWA dan hidup berdampingan dengan pengungsi lain asal Suriah, serta penduduk setempat. Lokasi mereka berada di pinggiran kota dan hidup terkucilkan. Tempat tinggal hanya beratapkan seng, papan-papan dan sangat sempit, hanya satu kamar per-kepala keluarga.
Status Kewarganegaraan dan Hak Kepemilikan
Selama 71 tahun pengungsi Palestina tinggal di Lebanon, selama itu pula mereka dianggap ‘pengungsi’. Pemerintah Lebanon tidak mau mengakui mereka sebagai warga negara karena akan menambah permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Lebanon. Padahal seharusnya mereka sudah mendapatkan kewarganegaraan dan bisa hidup layaknya penduduk yang lainnya.
Pengungsi Palestina di Lebanon dilarang untuk memiliki rumah atas nama mereka sendiri, sehingga para pengungsi yang tinggal di kamp pengungsian non resmi harus rela membayar sewa setiap bulannya untuk bisa bertahan hidup di dalam rumah-rumah mereka.
Pendidikan
Biaya Pendidikan yang sangat mahal membuat pengungsi Palestina di Lebanon tidak bisa membiayai anak-anak mereka untuk bersekolah di sekolah negeri maupun swasta di Lebanon. Walaupun UNRWA membangun sekolah-sekolah di kamp pengungsian resmi, namun faktanya anak-anak pengungsi Palestina dinaikkan ke jenjang selanjutnya walaupun ada beberapa pelajaran yang tidak lulus. Adapun untuk pengungsi Palestina yang tidak tinggal di kamp pengungsian resmi mereka hanya mengandalkan bantuan dari Lembaga kemanusiaan untuk bisa menyekolahkan anak-anak mereka.
Kesehatan
Biaya konsultasi medis serta biaya obat-obatan yang mahal harus dihadapi oleh para pengungsi Palestina di Lebanon. Mereka hanya mengandalkan klinik kesehatan yang dibangun oleh Lembaga Kemanusiaan yang fasilitasnya tidak kalah jauh dari klinik dan rumah sakit pemerintah Lebanon. Bahkan di klinik tersebut mereka digratiskan untuk berkonsultasi yang kedua kalinya ketika penyakit mereka belum sembuh.
Pekerjaan
Pada tahun 2019 ini pemerintah Lebanon melalui Menteri tenaga kerja mereka mengumumkan larangan 70 profesi pekerjaan untuk para pengungsi Palestina di Lebanon seperti kedokteran, hukum dan Teknik atau bergabung dengan asosiasi profesional apapun.
Dari permasalahan-permasalahan tersebut, sudah sepantasnya para pengungsi Palestina bisa mendapatkan hak yang sama seperti warga negara Lebanon, karena mereka sudah tinggal 71 tahun lamanya di negara tersebut. Walaupun sejatinya tujuan mereka hanya satu yaitu bisa kembali ke tanah kelahiran mereka, Palestina. Sebagai manusia yang mempunyai hati nurani sudah seharusnya kita membantu saudara-saudara kita, pengungsi Palestina baik yang berada di Lebanon maupun di negara lainnya. Karena dengan bantuan dari kita semua dapat meringankan beban para pengungsi Palestina bahkan dapat membawa mereka kembali ke tanah kelahirannya, Palestina.
Fachri Hersi Yansyah, Lc.