Saiful Bahri
Persitiwa Isra dan Mi’raj dan selalu diingat oleh umat Islam mengabarkan wujud kekuasaan Allah yang serba maha, yang hadir mengulurkan cinta dan pertolongan pada hamba-Nya yang sangat lemah.
Paska wafatnya istri Nabi Muhammad SAW, ibunda Khadijah ra. dan paman beliau Abu Thalib, tekanan yang dilancarkan kaum Quraisy semakin meningkat. Teror-teror terhadap pengikut beliau pun semakin sering dan berat. Kepergian beliau ke Thaif pun sebenarnya merupakan upaya mencari dukungan untuk meringankan tekanan tersebut, namun hasilnya sungguh sangat jauh dari yang dibayangkan. Bani Tsaqif bukan hanya menolaknya, tapi mereka dengan tanpa rasa melukai fisik dan perasaannya.
Sang manusia mulia ini pun tak pernah dendam kepada siapa pun. Kepada Quraisy tiada pernah berkeinginan membalas perlakuan mereka. Kepada Tsaqif pula tak ada respon yang menyala-nyala. Malaikat menawarkan jasa, menunggu beliau mengangkat tangan pada Rabbnya. Dan benar beliau mengangkat tangan berdoa, namun bukan untuk membinasakan mereka. Tapi doa agar semuanya dimaafkan dan agar ada harapan di masa depan.
Tak lama berselang setelah peristiwa demi peristiwa ini, bertubi-tubi menghadapi ujian, teror, kesedihan, kelemahan serta ketidakberdayaan, maka Allah tunjukkan kekuatan dan kekuasaan-Nya yang tiada berbatas kepada beliau. Allah perjalankannya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha, sebagai pertanda urgensi masjid dan amanah Allah. Kemudian diterbangkan ke sidratil muntaha dan ke suatu tempat yang tidak diketahui siapa-siapa, kecuali oleh Allah yang menghendaki kedatangan-Nya. Sebelum fajar menyingsing, beliau kembali ke bumi, menjejak alam nyata, namun dengan harapan dan optimisme yang tap bertepi, karena menyaksikan kekuasaan Dzat Sang pemilik segala kuasa.
Kondisi yang dialami Rasulullah SAW dan umat Islam di kala itu mirip saat ini. Terlebih Umat Islam di Palestina. Terpuruk di berbagai dimensi kehidupan. Terjajah. Ternista. Terzhalimi. Terkurung ketidakberdayaan. Pun kondisi dunia, suasana mencekam terjadi di tengah menyebarnya pandemi COVID19 yang berpindah-pindah episentrumnya. Dari Asia Timur ke Eropa, kemudian ke Benua Amerika. Nyaris tak ada negara yang tak didatangi oleh makhluk Allah superkecil yang tak bisa dilihat dengan kasat mata.
Kondisi ini perlu disikapi dengan kekuatan spiritual yang tinggi. Bahwa kelemahan manusia yang kemudian membuatnya kembali kepada Dzat yang serba maha akan mengembalikannya lebih kuat dari sebelumnya. Terlebih suasana tersebut mengingatkan kita kondisi-kondisi sulit bahkan lebih sulit yang dihadapi oleh kaum-kaum terdahulu.
Sudah saatnya, umat Islam khususnya sesering mungkin naik ke langit. Mengikuti mi’rajnya Rasulullah SAW untuk bermunajat memohon pertolongan-Nya.
Isra’Mi’raj tahun ini di tengah pusaran wabah pandemi Covid19 memberikan pelajaran dan hikmah berharga, di antaranya:
- Kelemahan manusia beriman akan berujung kembalinya kekuatan dan optimisme yang dahsyat setelah merapat dan menguatkan hubungan dengan Allah Sang Maha Perkasa
- Malam yang semakin pekat merupakan pertanda dekatnya fajar. Kondisi sulit dan semakin parah merupakan tanda dekatnya pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT.
- Kadang, krisis dan wabah penyakit dikirim sebagai rahmat untuk menyatukan umat yang tercerai-berai sebelumnya karena abai dengan seruan persatuan dan persaudaraan.
- Putus asa adalah penyakit kronis yang melumpuhkan cita-cita dan kehilangan peluang baik masa depan yang masih ghaib bagi siapa saja.
- Pertolongan Allah membersamai hamba-hamba-Nya yang berusaha dengan disertai tingginya kepasrahan kepada-Nya.
- Medan jihad melawan wabah ini serupa dengan jihad melawan penjajahan dan kezhaliman. Karenanya, paramedis, para ayah dan kepala rumahtangga, serta mereka yang berada di gugus depan penanganan wabah ini perlu dibersamai dan disupport secara materi dan spirit.
Tiada yang tahu kapan usainya perlawanan dan ketidakberdayaan ini, sebagaimana tiada yang tahu kezhaliman seperti apa yang menyebabkan daya rusak yang luar biasa ini. Kepada Allah lah manusia seharusnya berpasrah diri, bersama-sama yang lain pula seharusnya manusia yang beriman ini menjemput takdir kemenangannya.