BERLIN – Jerman mengecam Israel atas rencana pembangunan 2.500 rumah lagi di wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel. Perluasan pemukiman itu, tegas Jerman, memunculkan kesangsian atas komitmen Israel dalam mewujudkan penyelesaian dua negara dengan Palestina. Israel mengumumkan rencana tersebut pada Selasa lalu sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump mulai menjabat. Trump menyiratkan bahwa ia akan lebih mendukung proyek-proyek pembangunan pemukiman Israel dibandingkan pendahulunya, Barack Obama.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Jeraman, Martin Schaefer, mengatakan pengumuman itu merupakan langkah yang jauh di luar yang telah dilihat dalam beberapa bulan terakhir, baik dari segi ukuran maupun kepentingan politik (Israel). Ia mengatakan pemerintah Jerman tidak yakin apakah pemerintah Israel masih memegang tujuan resminya, yaitu mencapai kesepakatan perdamaian.
Kesepakatan itu akan memungkinkan Palestina menjadi sebuah negara di wilayah, yang sekarang diduduki oleh Israel, dan dapat hidup berdampingan secara damai dengan Israel. “Jika Israel meninggalkan tujuan itu, dasar seluruh proses perdamaian Timur Tengah akan dipertanyakan,” kata dia dilansir Reuters Kamis (26/1).
Putaran terakhir perundingan, yang diperantarai Amerika Serikat, gagal pada tahun 2014. Uni Eropa juga memperingatkan bahwa rencana pembangunan pemukiman Israel mengancam peluang perwujudan perdamaian dengan Palestina.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada parlemen, pemerintah akan mengumumkan lebih banyak rencana menyangkut pembangunan pemukiman. Pada awal pekan ini, Netanyahu mengatakan kepada para menteri senior bahwa tidak ada lagi larangan pembangunan.
“Kita boleh membangun dimana pun dan sebanyak yang kita inginkan,” kata seorang pejabat yang mengutip Netanyahu ketika perdana menteri Israel itu berbicara kepada para menteri. Sebagian besar negara menganggap pembangunan pemukiman Israel sebagai tindakan ilegal serta batu sandungan bagi perdamaian Israel-Palestina.
Pembangunan mengurangi dan memecah wilayah yang diperlukan Palestina untuk mendirikan negara. Israel menolak anggapan tersebut dengan mendasarkan hubungan wilayah yang didudukinya itu pada kitab suci, sejarah, politik dan kepentingan keamanan.
Sumber: Antara