Ketiga, Muhandis Yahya Ayyasy selalu mengarahkan kehidupan dunianya untuk melakukan kebajikan semata. Ia memposisikan itu sebagai wasilah dan perantara untuk mencapai ridho Allah semata. Dari pemahaman seperti itulah, akhirnya ia selalu membantu setiap orang yang datang kepadanya meminta uluran tangan dan bantuannya.
Keempat, Muhandis Yahya Ayyasy juga dikenal sebagai orang yang toleran dalam kesehariannya, baik di lingkungan rumah, kampus maupun kampung halamnnya. Ini terbukti bahwa ia tidak pernah dendam kepada orang yang berbuat jahat kepadanya. Kelima, ia juga mempunyai sikap yang kalem, bijaksana, teliti dan hati-hati dalam memutuskan setiap permasalahan. Saking telitinya, ia bagaikan menyelami semua permasalahan yang muncul sampai ke akar-akarnya. Itu semua dilakukan hanya untuk mencapai ridha Allah SWT, untuk menggapai posisi para Nabi-Nabi, Shidiqin dan syuhada.
Dan kelima, nampaknya, Muhandis Yahya Ayyasy tidak pernah merasakan kenikmatan dunia dan kemewahannya. Itu karena ia dikenal memiliki sikap iffah (menjaga diri) dan zuhud, tidak pernah mengharapkan apapun kecuali ridha Allah SWT. Bahkan ketika Hamas, tempat di mana ia mencurahkan segala aktifitasnya mengirim uang untuk membantu kebutuhan keluarganya, ia kembalikan uang tersebut dengan nada marah, “Menyangkut masalah uang yang kalian kirimkan kepadaku, apakah uang itu sebagai balasan dari apa yang telah aku lakukan selama ini? Ketahuilah, aku tidak pernah mengharapkan balasan dari semua ini kecuali kepada Allah SWT. Aku memilih jalan jihad bukan untuk mendapatkan materi, sebab kalau aku menginginkan materi aku tidak akan pernah memilih jalan jihad ini. Janganlah kalian terlalu memperhatikanku, perhatikanlah kebutuhan keluarga syuhada dan para tahanan politik. Sungguh, mereka lebih membutuhkan bantuan kalian daripada aku dan keluargaku”.
Dan karena ia tidak mengharapkan apapun kecuali ridha Allah dan sorganya, maka ia selalu melakukan pekerjaannya secara rahasia dan sembunyi-sembunyi, jauh dari publikasi media dan kepentingan pribadi untuk mendapatkan popularitas. Kebiasaan untuk merahasiakan aksi itu mampu meminimalisir kegagalan rencana aksi yang ia lakukan, serta dapat meningkatkan ketajaman sasaran. Semua itu ia lakukan berdasarkan kesadaran dan kajian yang mendalam tentang makna sirriyyah (rahasia) dalam sebuah gerakan. Itu juga timbul dari pemahaman, bahwa pekerjaan yang ia lakukan menuntut waktu yang banyak dan keikhlasan yang tinggi untuk mencapai cita-cita dalam menghadapi konflik dengan penjajah.
Sekiranya Muhandis Yahya Ayyasy ingin melaksanakan aksinya dengan cepat, ia pasti mampu merealisasikan. Itu ia buktikan dengan hasil karya aksi jihad yang ia persembahkan, bukan hanya sekadar perkataan lisan. Karena pada hakikatnya ketika beraksi, ia telah mewakili sebuah organisasi dan sejarah, bukan mengatasnamakan dirinya. Tetapi sekali lagi, ia tidak menghendaki popularitas dari kesuksesan jihadnya. Ia hanya menginginkan balasan dari Allah SWT, dengan selalu mengulang-ngulang sebuah ayat al Qur-an, wamaa romaita idz ramaita walaakinnallaha romaa: dan bukanlah kamu yang melempar ketika kamu melempar, namun Allah lah yang melempar.
Al Sirriyyah Wal Kitman
Merahasiakan sesuatu merupakan suatu kebiasaan alami dalam kehidupan pribadi Yahya Ayyasy. Juga salah satu strategi dalam setiap amal dan aksi yang ia lakukan. Itu semua didasarkan kepada sebuah hadits Rasulullah SAW yang bersabda, ista’iinu ‘alaa qodhooi hawaaijikum bil kitman: mintalah pertolongan dalam menyelesaikan urusan kalian dengan kitman (menutup-nutupi amal-kerja yang dilakukan). Muhandis Yahya Ayyasy, dan juga anggota pasukan berani mati Brigade Izzuddin Al Qassam lainnya, selalu bekerja dan beraksi dengan system rahasia (sirriyyah) dan ditutup-tutupi (kitman). Itu sudah menjadi kebijakan dasar dalam seluruh kegiatan dan aksi mereka. Itu semua untuk mengantisipasi agar rencana aksi dan aktifitas mereka tidak bocor ke tangan intelejen musuh sehingga rencana aksi gagal sebelum dilaksanakan. Dari pengalaman, keberhasilan pihak israel menggagalkan aksi yang mereka lakukan disebabkan oleh karena intelejen Israel berhasil mencuri informasi dari para mata-matanya.
Jihad adalah salah satu kewajiban kita umat Islam. Namun menggagalkan rencana jihad adalah strategi Zionis dan dunia internasional. Apalagi kini Islam telah dicap sebagai musuh nomor wahid bagi tatanan militer internasional dalam abad modern dan seluruh jaringannya. Dalam situasi seperti ini, maka kebiasaan Sang Muhandis dan pejuang lainnya untuk selalu merahasiakan gerakannya merupakan keharusan bagi kita untuk mengikutinya.
Meloloskan Diri Dari Intaian Musuh
Termasuk kecerdikan Sang Muhandis adalah kemampuannya menghadapi para penjajah, kelihaiannya bersembunyi dan meloloskan diri dari intaian ribuan mata-mata intelejen dan militer Israel yang dipilih dari kesatuan khusus militer Israel. Serta kemampuannya meloloskan diri dari pengawasan polisi penjaga perbatasan yang dilengkapi dengan berbagai peralatan canggih, juga anggota intelejen Syabak yang tersebar di setiap sudut kota. Mereka dikerahkan untuk melancarkan kebijakan rezim penjajah Israel yang memutuskan untuk mengasingkan Sang Muhandis. Itu dilakukan karena mereka kesullitan untuk menangkapnya. Karenanya, tidak mengherankan kalau intelejen Israel menggelarinya sebagai “Al-Abqory” (Sang Jenius), “Carlos Tsa’lab (Carlos Sang Srigala, seorang mafia asal Italia yang kesohor dengan kecerdikannya, selalu lolos dari kejaran polisi Italia) dan “Rajulun Bialfi Wajhin” (lelaki dengan seribu wajah). Selain itu, militer Israel juga biasa menyebutnya dengan sebutan”Ar-Rajulul Muqaddas” (lelaki suci) atau “Ar-Rajulu Dzu Sab’ati Arwahin” (lelaki dengan tujuh nyawa) yang terkadang tidak kelihatan oleh orang lain.
Sebenarnya, semua gelar dan sebutan yang mereka berikan itu hanyalah upaya untuk menyembunyikan ketidakmampuan intelejen Israel menangkap Sang Muhandis. Karena militer Israel dan segenap perangkatnya telah berusaha memburu dan mencarinya selama empat tahun dan selalu gagal. Sementara dalam jenjang waktu itu, Sang Mujahid Yahya Ayyasy selalu melakukan aksi tanpa henti. Dalam kurun waktu itu pula, ia kirimkan jiwa-jiwa perindu sorga ke segenap penjuru dan setiap waktu di dalam entitas Yahudi israel. Dan itu dilakukan secara tiba-tiba. Mereka (Israel) selalu dihebohkan oleh ledakan-ledakan bom yang membuat mereka kalang kabut. Dan saat itu, setiap ada ledakan bom di target Yahudi Israel, mereka hanya bisa mengkambing hitamkan sekelompok organisasi jihad. Dan setiap kali terjadi ledakan, militer Israel dan petinggi Syabak selalu mengatakan bahwa Yahya Ayyasy tidak bisa ditemukan, karena berada dalam persembunyian yang tidak bisa dijangkau oleh Israel. Menurut mereka, jangankan menemukan sosok Yahya Ayyasy, sekadar mendapatkan berita keberadaannya saja tak mampu mereka peroleh. Kecerdikan Sang Muhandis ini membuat petinggi intelejen Syabak semakin geram sekaligus bimbang dalam menghadapi “drama†yang diperankan oleh Yahya Ayyasy.
Dan merupakan pukulan telak bagi Israel dan perangkat militernya, ketika Sang Muhandis berhasil menembus masuk ke Gaza City. Padahal ketika itu ia dalam pengawasan yang super ketat. Kali ini pun memaksa mereka harus keunggulan Sang Muhandis. Berita tentang keberhasilan Sang Muhandis masuk menyebrang kota Gaza, yang sudah dijaga ketat agar Yahya Ayyasy tidak bisa masuk, membuat Yitzak Rabin berang. Dalam sebuah rapat antara petinggi militer dan pihak intelijen Israel, Rabin sampai memukul meja rapat dengan nada marah dan suara sangat tinggi. Rabin meminta seluruh perangkat keamanan Israel, mulai dari polisi, tentara sampai satuan intelejen Syabak, memberikan keterangan bagaimana Yahya Ayyasy bisa lolos dan masuk ke Jalur Gaza. padahal sudah dijaga oleh ribuan polisi, mata-mata dan tentara. Rabin nampaknya kehabisan akal untuk mengetahui bagaimana negaranya bisa kecolongan oleh seorang Yahya Ayyasy, Sang Insinyur yang nampak kampungan.
Jihad, Menang Atau Mati Syahid
Karakter lain menyangkut syakhshiyah (pribadi) Yahya Ayyasy, adalah keteguhannya melanjutkan semua aktifitas jihad dan melanjutkan semua aksi melawan Israel, serta kesiapannya untuk mati syahid di jalan Allah. Beliau menolak usulan sebagian orang yang menganjurkan dirinya keluar dari Palestina dan lari ke negeri tetangga. Meskipun sebenarnya hal itu sangat memungkinkan baginya. Orang seperti Yahya Ayyasy itulah yang ditakuti oleh para pemimpin penjajah Israel. Ia ditakuti semua tentara Israel bahkan semua warga Israel akibat aksi yang dilakukan. Karenanya tidak mengherankan kalau warga Yahudi menyimpan baik-baik photo Sang Muhandis dan ditempel di kantor-kantor mereka. Orang seperti Yahya Ayyasy sangat menyadari bahwa setiap ajal kematian telah ditentukan oleh Allah SWT. Dan kesadaran ini merupakan bekal dasar bagi seorang mujahid seperti dirinya, untuk terus mlenjutkan jalan jihad fi sabililillah, kemudian ia wariskan seluruh ilmu dan pengalamannya kepada saudaranya sesama pejuang Palestina.
Karenanya, Muhandis Yahya Ayyasy sangat marah ketika ada sebagian teman seperjuangannya mengusulkan agar dirinya meninggalkan Palestina. Sebaliknya ia jawab usulan itu dengan mengatakan, “Itu mustahil, aku bernadzar kepada Allah bahwa diriku adalah untuk Allah, kemudian untuk agama Islam. Maka tidak ada pilihan bagiku kecuali kemenangan atau mati syahid, karena perang melawan Israel itu harus terus berlanjut sampai semua orang Yahudi keluar dari setiap jengkal tanah Palestina.”
(4)
Ia bagaikan halilintar yang ketika berhenti menggelegar, bukanlah pertanda berakhirnya hujan namun sebaliknya, hujan lebat nan deras baru dimulai. Begitulah Yahya Ayyasy, kesyahidan bukanlah akhir perjuangannya. Namun sebaliknya, kehidupan jihad di Palestina telah lahir kembali dengan semangat dan ruh baru.
Buronan Nomor Wahid
Berbagai keberhasilan Yahya Ayyasy dalam banyak aksi, membuat pasukan keamanan Israel baik militer atau kepolisian tercabik-cabik. Ini yang membuat Sang Muhandis sebagai buron Israel nomor wahid. Mereka pun akhirnya memutuskan memburu Sang Mujahid selama hampir lima tahun. Aparat keamanan Israel mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menangkap sang buron nomor wahid ini. Yaitu dengan membentuk Pasukan Khusus gabungan seluruh pasukan keamanan Israel antara militer, polisi dan intelejen. Pasukan khusus ini bertugas mengawasi setiap gerak-gerik Yahya Ayyasy. Untuk mengefektifkan system pengawasan terhadap, Pasukan Khusus ini akhirnya membentuk beberapa divisi yang dengan tugas masing-masing. Divisi satu bertugas mengkaji kepribadian dan kebiasaan hidup Yahya Ayyasy, divisi dua bertugas mengawasi seluruh teman-teman akrabnya dan divisi tiga bertugas mengawasi Yahya Ayyasy di setiap sudut kota, kamp pengungsian, hutan, gunung dan gua. Mereka ditugaskan mencari berita keberadaan Yahya Ayyasy selama dua puluh empat jam tanpa henti. Dengan kesigapan pasukan khusus itu, sehingga tidak satu sudutpun dari kota Tepi Barat yang lepas dari mata-mata pasukan khusus, untuk mencari Sang Pejuang legendaries, Muhandis Yahya Ayyasy.
Dalam banyak kesempatan Allah SWT telah menyelamatkan nyawa Yahya Ayyasy dari ancaman musuh-musuh Islam. Banyak kasus pengepungan tentara Israel yang gagal karena Ayyasy sudah mengetahuinya hanya beberapa menit sebelum mereka sampai ke tempat tujuan. Seperti kasus penyergapan yang terjadi di kampung Kashobah di kota Nablus dan di kampung Syeikh Ridhwan di Gaza City, yang mengakibatkan dua teman karib Sang Muhandis, Kamal Kahil dan Ibrahim Da’as gugur syahid.
Waktu Penyergapan
Selama hampir empat tahun Yishak Rabin sibuk membuat rencana penangkapan terhadap Yahya Ayyasy, sampai-sampai ia posisikan Sang Muhandis sebagai target utama operasi penangkapan yang digelar militer Israel. Namun yang kemudian membuat semua kalangan terhenyak, baik internasional maupun regional Palestina, ketika tiba-tiba ia mati dibunuh seorang Yahudi radikal, di saat ia serius sibuk mempersiapkan penangkapan Yahya Ayyasy. Ia terbunuh sebelum pasukan intelejen Israel mampu menangkap Sang Muhandis. Dengan insiden terbunuhnya Yishak Rabin, berarti itu pukulan telak yang mencoreng kredibilitas lembaga keamanan Israel yang selama ini menjadi kebanggaan warga Yahudi. Mereka selama ini meyakini, bahwa intelijen Israel selalu berhasil mengungkap kejahatan sebelum terjadi.
Dinas intelijen yang selalu disebut-sebut sebagai yang paling bonafid di tingkat internasional, karena bisa mengungkap sebuah masalah dengan kemampuan meminimalisir perangkat yang digunakan dan kecepatan waktu yang tidak bisa disaingi oleh lembaga intelejen manapun, ternyata hanya isapan jempol belaka. Faktanya, mereka tidak bisa menjaga “bos” mereka sendiri dari telikung para pembunuh. Insiden itu sendiri telah membuat pamor lembaga intelejen Israel jatuh melorot tajam. Karena terbukti, lembaga itu tidak bisa berbuat apapun untuk negeranya. Bahkan menangkap seorang insinyur kampungan saja tidak mampu, terlebih menjaga Perdana Menteri mereka dari pembunuh. Dan ini membuat para petinggi militer Israel semakin kikuk menghadapi para pejuang Palestina dan tekanan dari warga Yahudi.
Sebagai solusi awal untuk mengembalikan pamor intelejen, keamanan dan militer Israel agar tidak hancur, mereka dituntut harus dapat melakukan sesuatu yang monumental di depan rakyat Israel. Tidak ada jalan lain bagi Shimon Peres, pengganti Rabin, menghabisi Yahya Ayyasy dan mencopot Kepala intelejen Syabak, Jendral Karemy Gilon. Itulah yang menjadi tuntutan kelompok-kelompok Yahudi, pencopotan Gilon sendiri baru dilakukan dua hari setelah penangkapan dan pembunuhan Sang Muhandis.
Pembunuhan Yahya Ayyasy sendiri, dalam prediksi sebagian besar kalangan militer dan pejabat pemerintahan Israel, menjadi satu-satunya solusi untuk mengembalikan pamor mereka yang hilang di tengah masyrakat Yahudi Internasional dan Israel akibat terbunuhnya Yitzaq Rabin. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menghabisi Yahya Ayyasy dengan berbagai strategi yang mereka susun secara apik. Para pejabat militer dan intelejen Israel ingin membuktikan diri mereka tetap yang terbaik dan berhak mendapat peghargaan dari warganya. Mereka juga ingin membuktikan bahwa pemerintahan sekarang mampu membalas, aksi-aksi musuh yang telah banyak menelan korban warga Yahudi. Karenanya, para pejabat militer Israel berusaha sekuat tenaga menjadikan Yahya Ayyasy sebagai Common Enemy warga Yahudi dan pemerintah secara bersamaan. Dan bahwasannya, dengan membunuh Yahya Ayyasy berarti dendam mereka sudah terbalaskan. Untuk lebih meyakinkan rakyatnya, militer Israel mengawali dengan membunuh banyak aktifis jihad dan tokoh pejuang Palestina seperti Fathy Syaqoqy, Hany Abid, Kamal Kahil, Ibrahim Annafar dan Mahmud Khawaba.
Selain itu sebagian kalangan militer dan intelejen Israel meyakini, selama ini Yahya Ayyasy sudah menjadi “maskot” perlawanan dan jihad di Palestina. Ia sudah menjadi idola dan figure yang sangat berpengaruh bagi seluruh rakyat Palestina, baik dari gerakan Hamas ataupun dari gerakan perlawanan jihad lainnya. Sehingga dengan membunuhnya, berarti pemerintah Israel bisa menghentikan arus deras hawa jihad dan perjuangan yang sedang menggelora dan berkobar dalam dada setiap pemuda Palestina. Juga bisa meredam perlawanan total yang dilakukan pejuang Palestina yang selama ini banyak merepotkan pemerintah dan militer Israel. Mereka juga ingin memberi pelajaran kepada rakyat Palestina, bahwa perlawanan dan perjuangan mereka sudah berakhir. Bahwa rakyat Palestina harus realistis, karena tidak ada pilihan bagi mereka kecuali bekerja sama dengan Israel untuk menggalang perdamaian. Itulah “khayalan” di benak dan otak para penjajah Israel.
Namun faktanya, walaupun pemerintah Israel berusaha meyakinkan semua pihak bahwa membunuh Yahya Ayyasy berarti menghentikan jihad, banyak kalangan dalam masyrakat Yahudi sendiri yang meragukan dan bahkan tidak percaya sama sekali, bahwa pembunuhan Yahya Ayyasy bisa menghentikan jihad dan perlawanan rakyat Palestina, serta mampu menghentikan perlawanan bersenjata yang banyak dilakukan oleh berbagai kalangan dan gerakan perlawanan Palestina.
Di kalangan masyrakat Palestina sendiri, pembunuhan Sang Muhandis, minimal bagi Hamas, telah memberi peluang untuk melakukan evaluasi bagi seluruh aktifitas jihad yang dilakukan selama ini, juga perjalanan Intifadhoh yang terbukti efektif membuat pemerintahan Zionis kalang kabut. Dari evaluasi itu, Hamas bisa menghitung untung rugi dari insiden syhahidnya Sang Muhandis. Karena, walaupun kehilangan salah seorang pejuang handalnya, sesungguhnya gerakan Hamas mendapatkan keuntungan dari insiden itu. Karena senyatanya pemenang dari pertarungan adu strategi tersebut adalah Hamas dan rakyat Palestina.
Sementara Israel, yang memiliki kelengkapan persenjataan adalah pihak yang kalah. Realitanya, mereka tidak bisa menangkap Sang Muhandis di luar Jalur Gaza. Padahal mereka sudah mengusirnya dari Jalur Gaza sejak empat tahun sebelumnya. Israel baru bisa menangkap dan membunuhnya, justru ketika Sang Muhandis berhasil menerobos penjagaan ketat militer dan polisi Israel di setiap sudut dan perbatasan Gaza City. Dan faktanya, selama dalam jangka waktu yang sangat singkat, sekitar 10 hari sebelum akhirnya ia tertangkap, Yahya Ayyasy berhasil mengkoordinir anak buahnya untuk melakukan 4 aksi bom syahadah (mati syahid) beruntun yang menewaskan puluhan orang Yahudi. Ini merupakan keberhasilan Hamas dan Yahya Ayyasy pada khususnya. Karena, meskipun situasi dan kondisi keamanan juga penjagaan super ketat dilakukan oleh tentara Israel, ternyata mereka berhasil menjalankan aksinya tanpa bisa dicegah oleh Israel.
Jum’at Kelabu
Tanggal 10 Sya’ban 1416 H bertepatan dengan tanggal 5 Januari 1996 M, jatuh pada hari Jum’at. Hari itu memang beda dengan hari Jum’at lainnya, ketika televisi Zionis di seantero Israel mengumumkan Yahya Ayyasy sudah terbunuh ditangan tentara Israel dalam sebuah operasi penangkapan atas dirinya. Seluruh tanah Palestina seakan bergetar, terlebih ketika berita itu menyebar ke setiap telinga para pecinta jihad. Getaran syahidnya Sang Muhandis telah membuat seluruh rakyat Palestina bersimpuh lumpuh dan diselimuti rasa sedih yang tiada tara. Antara perasaan ragu dan tidak percaya, berkecamuk menjadi satu tanpa bisa dihalau. Kesedihan itupun menjadi kenyataan, ketika akhirnya Hamas,tempat Yahya Ayyasy bernaung, mengungumkan secara resmi kesyahidan Sang Mujahid, Muhandis Yahya Abdul Lathif Syati Ayyasy pergi untuk selamanya, menyusul meramaikan barisan syuhada Palestina.
Setelah malang melintang di jalan jihad, akhirnya Yahya Ayyasy mendapatkan apa yang ia cita-citakan, syahadah (mati syahid). Nampaknya telah tiba saatnya bagi Sang Mujahid menghadap Rabbnya.
BERSAMBUNG