Pada tahun 1897 para tokoh yahudi seluruh dunia berkumpul di Basel-Swiss melakukan konggres Internasional pertama yang dipimpin oleh wartawan terkemuka yahudi Theodore Herzel. Salah satu keputusan konggres tersebut adalah tidak kurang dai 100 tahun orang yahudi harus sudah mempunyai tanah air yang merdeka, Palestina adalah tanah air yang dituju dan Jerussalem sebagai ibikotanya. Rupanya orang-orang yahudi tidak butuh 100 tahun, hanya 50 tahun setelah konggres tersebut mereka berhasil merampas Palestina tepatnya pada tahun 1948 tahun dimana Inggris keluar dari Palestina.
Orang yahudi yang hidup pada hari ini telah memilih al-Quds sebagai ibukotanya. Mereka akan melawan semua orang yang menghalangi cita-citanya tanpa kecuali. Umat Islam adalah satu-satunya bangsa yang akan terus melawan dan menggagalkan proyek yahudi tersebut berapapun besarnya harga yang harus dibayar oleh umat Islam. Namun hari ini umat islam karena kelemahannya harus menyadari bahwa bangsa yahudi sedang berjaya dan berhasil menjajah Palestina. Berikut ini penulis sajikan pendapat para tokoh yahudi tentang pentingnya al-Quds bagi mereka.
Rabbi Kwok berkata: “Tanah Israel sudah menyatu dengan jiwa bangsa Yahudi. Ia adalah bagian tak terpisahkan dari bangsa kami dan berkaitan erat dengan hidup kami, bahkan bagian dari jiwa raga kami. Negara Israel bisa dipahami dari semangat rohaniyah yang terpancar dari bangsa kami sebagai satu kesatuan”.
Rabbi Hayyim Lando berkata: “Nilai-nilai rohaniyah bangsa kami hanya bisa diungkapkan jika kehidupan berbangsa kami dikembalikan lagi ke negerinya. Karena api Tuhan tidak akan berpengaruh bagi kami kecuali jika ia berada di negaranya”. Oh, kiranya dusta dan hayalan mereka itu hanyalah fatamorgana dan api Tuhan itu akan membakar kalian.
Pendeta Allion Magins berkata: “Yahudi tidak akan meninggalkan negeri Israel dan tidak akan melakukan hal tersebut meskipun ia dipaksa keluar. Saya tegaskan bahwa setiap jengkal tanah dari negeri Palestina itu amat berharga. Baik itu padang saharanya maupun gunung-gunungnya”. Pendeta Golda Meir berkata: “Negeri ini ada, sebagai wujud dari implementasi janji Tuhan itu sendiri. Oleh karena itu, tidak perlu lagi dijelaskan legalitasnya”.
Putra Goreon berkata: “Tanpa keunggulan spiritual, tidak mungkin bangsa kami bisa bertahan hidup selama dua ribu tahun di pengasingan. Israel menjadi tak berarti tanpa Al-Quds. Dan Al-Quds menjadi tak berarti tanpa Altar (Haikal) Sulaiman”.
Pendapat para rabbi tersebut yang menyebabkan orang-orang yahudi terus membabi buta menindas bangsa Palestina dan akan terus tinggal di Palestina dan menguasai al-Quds. Anehnya, mereka telah melakukan eksplorasi sejak lama, namun mereka tidak kunjung menemukan Altar yang mereka maksudkan, dan sekali-kali mereka tidak akan pernah menemukannya. Kalaupun mereka menemukan Altar, barangkali yang mereka temukan itu adalah Altar yang dibangun oleh insinyur Hairan Al-Fainiqi, yang setelah selesai membangunnya ia dibunuh oleh orang-orang Yahudi sebagai ganjarannya.
Yahudi membangun opini berlandaskan kedengkian peradaban. Sehingga menurut anggapan mereka Al-Quds adalah warisan bagi mereka saja. Bahwa Al-Quds baik secara historis maupun asal-usulnya dibangun oleh Yahudi. Padahal secara historis, spiritual, dan geografis, Al-Quds adalah bagian dari bangsa Arab jauh sebelum Islam, Kristen dan Yahudi. Dan jika dipandang siapa yang lebih berhak atas Al-Quds, maka Islamlah yang lebih berhak, karena Islam datang membawa kebenaran, sedangkan yang lain membawa kebathilan. Islam disini termasuk juga nabi Daud dan Nabi Sulaiman.
Prof. Ruhi Al-Khathib, walikota Al-Quds mengatakan: “Dahulu, Al-Quds adalah kerajaan bagi kabilah Arab, Kana’an Yabusiyah. Lalu oleh generasi kedua, sebutan itu hanya diambil dari kata belakangnya saja, yaitu Yabus. Dan itu diperkirakan sejak 3000 tahun sebelum masehi. Ini berarti dapat diperkirakan bahwa sejak 5000 tahun yang lalu Al-Quds itu milik bangsa Arab”. Prof. Ruhi Al-Khathib melanjutkan, “Sumber-sumber sejarah membuktikan bahwa Yahudi menguasai Al-Quds tidak lebih dari 70 tahun. Yaitu pada zaman Daud dan Sulaiman. Yaitu sekitar tahun 1045–975 sebelum masehi. Dan kekuasaan Yahudi saat itu hanya meliputi sebagian kota Palestina, bukan Palestina secara keseluruhan”. Setelah wafatnya dua nabi dan rasul yang mulia itu bangsa yahudi tercerai berai karena tidak mengikuti kedua nabi tersebut.
Sumber-sumber sejarah, sebagaimana dikutip oleh majalah “Dakwah Al-Haq” Maroko edisi V 22 Syawal 1402, pada halaman edisi khususnya yang mengangkat tema tentang Al-Quds disebutkan, bahwa penduduk Palestina mulanya berasal dari bangsa Kana’an dan keturunannya. Secara berkesinambungan mereka mendiami Al-Quds dan Palestina sejak tiga abad sebelum masehi. Dan sampai sekarang mereka tetap bertahan di sana. Meskipun sejak dulu pihak-pihak asing menjajahnya.
Perlawanan mereka merupakan upaya terbaik yang dapat mereka lakukan untuk mengembalikan kekuasaan bangsa Arab atas kota tersebut. Hal ini berlangsung sampai sekitar 13 abad lamanya. Hampir 152 tahun lamanya Al-Quds dikuasai oleh pihak asing. Di antaranya; selama 88 tahun dikuasai oleh kaum Salib, yaitu sejak tahun 1099–1187 M. Lalu dikuasai oleh penjajah Inggris kurang lebih selama 30 tahun, yaitu sejak tahun 1918–1948 M. Dan terakhir dijajah oleh kaum Zionis Israel.
Dalam literatur Al-Quds disebutkan: “Yahudi dahulunya hijrah ke Palestina bersama dengan Musa as, yaitu pada akhir abad 13 sebelum masehi. Lalu mereka membangun dua buah kerajaan. Yaitu, kerajaan Israel, yang berada di sebelah utara Palestina, dan Kerajaan Yahudza yang berada di sebelah selatannya. Kedua kerajaan itu akhirnya runtuh. Lalu kerajaan Yahudza dibangun kembali. Dan inilah yang dinisbatkan kepada Yahudi sekarang ini.
Yahudi gigih mempertahankan Al-Quds karena beberapa alasan berikut; Menurut mereka,
- Al-Quds adalah kerajaan Sulaiman. Nabi dan raja mereka.
- Al-Quds adalah tanah nenek moyang mereka dan negeri yang dijanjikan Tuhan kepada mereka.
- Negeri mahkota raja untuk masa mendatang.
Yaitu negeri raja Masihid Dajjal yang akan merajai dan menguasai dunia. Oleh karena itu, setiap kali melaksanakan ibadah, mereka selalu memanjatkan doa yang isinya kurang lebih; “Ya Tuhan kami! Bunyikanlah terompet raksasa. Dan kumpulkan kami semua yang tersebar di muka bumi ini di Al-Quds-Mu. Wahai dzat yang kuasa mengumpulkan kaum Israel dari ketercerai-beraian”.
Seorang wartawan Israel, Evinoam Par Joseph menulis satu makalah berjudul “Apa yang diinginkan dari Al-Quds ?” Ia mengatakan, jika anda bertanya kepadaku sebagai warga Al-Quds tentang kota ini, maka aku menjawabnya, tidak ada satu kota di dunia ini yang menyamai al-Quds. Tentu pernyataan ini diungkapkan Evinoam terhadap bangsa Arab. Ia bertanya-tanya apa yang diinginkan dari al-Quds?
Bertolak dari kenyataan bahwa kota inilah yang telah mengasuh bangsa Arab, melindungi dan membesarkannya. Mereka menghirup udara dan meminum air susunya. Maka disinilah letak semangat rasialis dan fanatisme dan suatu keyakinan saat ini bahwa al-Quds telah berakhir. Al-Quds saat ini sudah menjadi milik yahudi Israel, bukan orang Arab. Yang bisa dilakukan Bangsa Arab saat ini hanyalah mengklaim punya hak saja, serta bermimpi untuk bisa kembali ke sana.
Kemudian penulis Yahudi ini mengatakan, sesungguhnya orang-orang yang lari dari kewajiban militer dalam membela al-Quds, mereka adalah kelahiran bulan Juni 1967 yang telah melihat cahaya ketika pagar pemisah sekat-sekat di Al-Quds menghilang. Ia mengatakan, sesungguhnya mereka mendapatkan al-Quds sebagai satu kesatuan udara maupun penduduknya.
Umat Islam dimanapun berada itulah keyakinan orang-orang yahudi hari ini terhadap Baitul Maqdis. Kalau kita tidak mempunyai keyakinan yang kuat terhadap Islam untuk mendobrak kepercayaan mereka dan berjihad mengusirnya maka selama itu Baitul Maqdis akan tetap di genggaman tangan-tangan kotor yahudi.(Bersambung)
Penulis: DR. Muqoddam Cholil, MA