Dilansir dari laman berita aljazeera.net Seorang pedagang Palestina Zahir Rujub sedang duduk termenung di depan toko miliknya di jalan kota di bait lahm. Dia tersenyum sambil berkata “Saya hanya membuka toko di awal Ramadhan saja”. Bait Lahm kota pertama di Palestina yang terdampak virus corona tepatnya pada permulaan bulan Maret. Karena ditakutkan penyebaran virus corona semakin meluas maka pemerintah Palestina mengeluarkan kebijakan untuk melarang warganya keluar rumah, sehingga mengakibatkan sepinya pembeli dan banyaknya toko-toko dipasar yang gulung tikar.
Dia mengungkapkan ini adalah kondisi terburuk dalam sejarah bulan ramadhan, dimana biasanya ramadhan adalah waktu yang ditunggu oleh para penjual karena banyaknya pembeli di bulan yang penuh berkah ini. Jarak rumah dan pasar bait lahm sekitar 40 km dan dirinya membutuhkan biaya untuk membeli bahan bakar setiap harinya. Dia merasa bingung karena tidak tahu lagi dari mana dirinya akan mendapatkan uang setelah adanya lock down selama 2 bulan ini.
Cerita lain datang dari seorang kakek Raid Al Musalamah dimana dia harus merawat 5 dari 8 anaknya, dia berjualan dengan gerobak kelilingnya dan menawarkan jus-jus hasil buatannya sendiri kepada para pengunjung pasar Bait Lahm di bulan Ramadhan ini. Dia sudah 15 tahun lamanya berjualan, biasanya dapat menjual jus dengan jumlah yang sangat besar, bahkan dapat juga memperkerjakan 2 orang untuk membantu jualannya. Akan tetapi ramadhan tahun ini berbeda, dia harus berjualan sendiri dan meminta anaknya untuk mempromosikan jualannya pada para pembeli yang semakin hari semakin sepi. Kakek musalamah ini biasanya mendapat untung yang sangat besar saat musim pernikahan dan Ramadhan seperti ini. Keuntungannya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya setiap tahunnya akan tetapi sekarang sangatlah khawatir. Mata pencahariannya akan terhenti disebabkan sepinya pembeli. Kakek Musalamah berdoa agar wabah ini segera berakhir.
Hal yang sama juga dialami oleh seorang pengemudi kendaraan umum, Dhoifullah Ustman. Setiap harinya Ustman bekerja sebagai seorang pengemudi kendaraan umum yang dia sewa untuk memenuhi kebutuhan 7 keluarganya. Dari jam 9 hingga jam 3 sore, Ustman hanya mendapatkan 37 syekl (10 dolar). Padahal, setiap harinya harus membayar sewa mobil kepada pemiliknya sebesar 120 syekl, namun dirinya mendapat keringanan selama pandemi ini. Bapak ustman kini bingung dari mana akan memenuhi kebutuhan keluarganya yang hampir 70 hingga 80 syekl setiap harinya. (sb)