Masjid al-Aqsha merupakan kiblat pertama dan masjid suci ketiga yang dimuliakan oleh umat Islam. Keadaan yang dialami oleh masjid al-Aqsha saat ini telah dikendalikan dan dijajah oleh zionis israel. Kondisi ini menyebabkan adanya pembatasan-pembatasan yang diberlakukan oleh penjajah israel terhadap bangsa Palestina, terutama pemuda dan orang Palestina yang beranjak dewasa.
Hal diatas tidak menyebabkan perjuangan dan keinginan bangsa Palestina padam, terutama dari para muslimah yang sering disebut dengan istilah “murabithah”. Dalam aktivitas sehari-harinya, para srikandi al-Aqsha ini terus berjuang menghalau serangan serta penistaan yang dilakukan penjajah israel terhadap situs sejarah umat Islam. Dikala al-Aqsha diserbu oleh pemukim zionis israel, para murabithah memekikkan dengan lantangnya takbir terhadap zionis israel. Tindakan ini bertujuan untuk memberikan tanda bahwa masjid al-Aqsha masih berada di tangan umat islam dan akan terus berada dalam genggaman mereka. Para murabithah tidak akan berhenti memperjuangkan masjid al-Aqsha, walau harus mengorbankan pekerjaan, barang dan harta milik mereka, hingga kiblat pertama umat muslim ini benar-benar terbebas dari cengkraman zionis israel dan berada dalam genggaman kaum muslimin.
Perjuangan ini bukan berarti berjalan mulus dan lancar, para murabithah kerap kali berhadapan langsung dengan pasukan penjajah israel. Mereka mendapatkan intimidasi, bahkan luka-luka serta ditangkap oleh pasukan penjajah israel. Landasan para murabithah ini bukanlah semata-semata hanya beribadah di masjid al-Aqsha. Namun, ada pesan tersirat yang disampaikan yaitu bahwa “Al-Aqsha adalah garis merah dan milik umat Islam. Para murabithah menegaskan bahwa tidak akan pernah meninggalkan masjid al-Aqsha, meskipun hal-hal buruk terjadi kepada diri mereka sendiri”.
Para pahlawan wanita al-Aqsha ini bertempat tinggal disekitar Al-Quds dan berasal dari berbagai kalangan serta profesi. Kesibukan dan jarak dari tempat tinggal ke masjid Al-Aqsha, bukan penghalang memperjuangkan masjid al-Aqsha. Bahkan beberapa dari murabithah adalah ibu rumah tangga yang memiliki anak-anak di dalam rumahnya. Mereka datang ke masjid al-Aqsha secara bergantian, agar kondisi masjid al-Aqsha tidak kosong dari umat islam.
Penjajah israel terus melakukan berbagai upaya terhadap para murabithah agar meninggalkan masjid al-Aqsha, baik melalui tindakan represif, penangkapan maupun pengusiran dari tempat tinggalnya. Khadija Khawais, seorang pejuang murabithah yang memiliki 5 anak menjadi model bagaimana gigihnya perjuangan mempertahankan masjid al-Aqsha dari serbuan tentara zionis israel. Khawais telah ditangkap israel lebih dari sembilan kali, 3 diantaranya dijatuh vonis hukuman penjara. Selain ditahan, dirinya juga diusir dari masjid al-Aqsha selama 600 hari dalam jangka waktu 3 tahun.
Kegigihan dan keberanian murabithah masjid al-Aqsha merupakan bentuk keteladanan bagi para perempuan untuk berjuang membela agama islam, terutama masjid al-Aqsha. Tanpa memandang profesi dan golongan apapun, perempuan dapat menjadi garda terdepan dalam menyuarakan kebenaran dan ketidakadilan terkait permasalahan Palestina, khususnya masjid al-Aqsha. Dengan mencontoh dan meneladani sikap dan keteguhan sikap murabitat, semoga dapat melahirkan perempuan-perempuan yang terus berupaya menjaga masjid al-Aqsha, hingga Palestina merdeka dan bebas dari penjajahan zionis israel.
Oleh:Wadil Muqoddasi Tuwa, S.Si.